Aktivis 98 Lantang Menolak Wacana Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto
Penolakan Gelar Pahlawan Soeharto Menguat dari Kalangan Aktivis 98
Wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto kembali menuai kontroversi. Sejumlah aktivis 98 secara tegas menolak usulan tersebut dan menyuarakan keberatan mereka dalam sebuah diskusi publik yang digelar di Jakarta.
Dalam diskusi bertajuk 'Refleksi 27 Tahun Reformasi: Soeharto Pahlawan atau Penjahat HAM?', para aktivis menyampaikan argumentasi mengapa mereka menganggap Soeharto tidak layak untuk dianugerahi gelar pahlawan nasional. Mereka berpendapat bahwa pemberian gelar tersebut akan mengkhianati semangat reformasi dan mencederai perjuangan demokrasi yang telah menelan banyak korban.
"Kami menolak dengan tegas wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto. Ide ini mencederai nilai-nilai yang kami perjuangkan dalam reformasi 1998," ujar Mustar Bonaventura, salah seorang aktivis 98 yang hadir dalam diskusi tersebut.
Menurut para aktivis, perjuangan untuk mewujudkan demokrasi di Indonesia tidaklah mudah dan penuh pengorbanan. Mereka menilai pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto akan mengabaikan fakta sejarah dan melukai perasaan para korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu. Mereka juga menyampaikan bahwa penganugerahan gelar pahlawan kepada Soeharto akan menjadi kemunduran bagi upaya penegakan hukum dan keadilan di Indonesia.
Beberapa tokoh aktivis 98 yang hadir dalam diskusi tersebut antara lain:
- Ray Rangkuti
- Ubedillah Badrun
- Bela Ulung Hapsara
- Anis Hidayah
- Jimly Fajar
- Hengki Kurniawan
Proses Pengajuan Gelar Pahlawan Nasional
Menanggapi polemik yang berkembang, Kementerian Sosial (Kemensos) menjelaskan bahwa proses pengajuan gelar pahlawan nasional masih berjalan sesuai prosedur yang berlaku. Kemensos bertugas melakukan pengkajian dan pengusulan, namun keputusan akhir tetap berada di tangan Dewan Gelar di Istana.
"Kemensos hanya bertugas melakukan pengkajian dan mengusulkan. Keputusan tetap berada di tangan Dewan Gelar di Istana," jelas seorang perwakilan Kemensos.
Proses pengajuan gelar pahlawan nasional dimulai dari level daerah, di mana pemerintah daerah setempat mengusulkan tokoh-tokoh yang dinilai layak untuk menerima gelar tersebut. Usulan tersebut kemudian disampaikan ke Kemensos untuk dilakukan penilaian lebih lanjut oleh Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP).
Setelah melalui serangkaian kajian dan penelitian, hasil penilaian TP2GP akan disampaikan ke Istana untuk diputuskan oleh Dewan Gelar. Dewan Gelar akan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk jasa-jasa tokoh yang bersangkutan terhadap bangsa dan negara, sebelum memberikan rekomendasi kepada Presiden.