Aksi Ormas Meresahkan: Pendudukan Lahan Negara dan Pemerasan Jadi Sorotan

Ormas Diduga Kuat Terlibat dalam Sengketa Lahan BMKG

Ketua MPR, Ahmad Muzani, menyuarakan keprihatinannya atas maraknya aksi organisasi masyarakat (ormas) yang diduga menduduki lahan negara, khususnya yang terjadi di area Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Tangerang Selatan. Tindakan ormas yang meminta sejumlah uang sebagai 'uang damai' untuk menarik diri dari lokasi sengketa dinilai sangat mengganggu ketertiban umum dan menghambat kegiatan usaha.

"Fenomena ini cukup meresahkan, karena ormas, apapun nama dan tujuannya, kerap kali menjadi penghalang bagi kelancaran dunia usaha," ungkap Muzani di Gedung DPR, Jakarta.

Kasus ini mencuat setelah sebuah ormas diduga menduduki aset negara di Kelurahan Pondok Betung, Tangerang Selatan. Mereka meminta uang ganti rugi sebesar Rp 5 miliar sebagai imbalan untuk mengakhiri pendudukan lahan. Lahan seluas 12 hektar tersebut, menurut Sertifikat Hak Pakai Nomor 1/Pondok Betung Tahun 2003, adalah milik negara.

Muzani mendesak agar pemerintah segera menertibkan ormas-ormas yang terlibat dalam tindakan melanggar hukum. Ia percaya bahwa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan instansi terkait memiliki mekanisme untuk menindak ormas yang beroperasi di luar batas legalitas.

"Investasi dan iklim usaha yang kondusif sangat penting untuk kemajuan ekonomi kita. Tindakan ormas seperti ini jelas menghambat pencapaian tujuan tersebut," tegasnya.

Respon Pemerintah dan Tindakan Hukum

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, menyatakan akan segera mengecek informasi mengenai pendudukan lahan BMKG oleh ormas. Sementara itu, ia menegaskan bahwa Polri telah secara aktif memberantas aksi premanisme, baik yang dilakukan oleh individu maupun kelompok.

"Dalam beberapa minggu terakhir, Kapolri dan jajarannya telah gencar melakukan penegakan hukum terhadap aksi premanisme," kata Prasetyo.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, menjelaskan bahwa BMKG telah melaporkan enam orang terkait kasus pendudukan lahan ini, tiga di antaranya diduga merupakan anggota ormas GRIB Jaya. Polisi saat ini tengah melakukan penyelidikan intensif.

"Proses penyelidikan sedang berjalan, dan kami akan mengusut tuntas kasus ini," ujar Ade Ary.

Subdirektorat Harta dan Benda Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya telah memeriksa sejumlah saksi dan mengumpulkan barang bukti. Polisi juga telah memasang plang bertuliskan 'sedang dalam proses penyelidikan' di lokasi sengketa sebagai tindakan status quo.

Kemendagri Tegaskan Larangan Ormas Bertindak Sebagai Aparat Penegak Hukum

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kembali menegaskan bahwa ormas tidak memiliki kewenangan untuk bertindak layaknya aparat penegak hukum. Hal ini diatur dalam Pasal 59 Ayat (2) huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

"Ormas dilarang melakukan tindakan yang menjadi kewenangan aparat penegak hukum, seperti penyelidikan, penangkapan, penyitaan, penyegelan, pemaksaan, dan penggeledahan," jelas Plh Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Aang Witarsa Rofik.

Aang menambahkan bahwa tugas-tugas tersebut hanya boleh dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, dan lembaga peradilan. Pemerintah daerah juga diimbau untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap ormas di wilayah masing-masing.

"Seluruh ormas di Indonesia harus menjalankan peran dan fungsinya sesuai dengan tujuan pendiriannya dan tidak melanggar hukum," pungkas Aang.