Tragedi Cipularang: Kombinasi Cuaca Buruk, Geometri Jalan, dan Fenomena Jackknifing Picu Kecelakaan Maut

Tragedi kecelakaan beruntun yang terjadi di Tol Cipularang KM 92+200B pada 11 November 2024 lalu, yang menelan korban jiwa dan puluhan luka-luka, telah diinvestigasi secara mendalam oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Hasil investigasi mengungkap serangkaian faktor yang saling terkait, yang berkontribusi pada terjadinya kecelakaan tersebut.

Faktor Cuaca dan Kondisi Jalan

Salah satu faktor utama adalah kondisi cuaca saat kejadian. Hujan deras yang mengguyur area tersebut menyebabkan aliran air menggenangi permukaan jalan. Genangan air ini, ditambah dengan kondisi geometrik jalan yang memiliki turunan panjang, menciptakan kondisi berbahaya bagi pengemudi, terutama bagi kendaraan berat seperti truk trailer.

Fenomena Jackknifing dan Peran Geometri Jalan

Investigasi KNKT menemukan bahwa truk trailer yang menjadi penyebab utama kecelakaan mengalami fenomena jackknifing. Kondisi ini terjadi ketika truk trailer menjadi tidak stabil saat dilakukan pengereman di permukaan jalan yang tidak rata atau tergenang air. Perbedaan koefisien gesekan antara roda kanan dan kiri trailer menyebabkan trailer kehilangan kendali dan melipat ke arah traktor penariknya. Keadaan diperparah oleh kemiringan melintang jalan yang tidak optimal dalam mengalirkan air hujan. Akibatnya, genangan air di bahu jalan semakin memperburuk stabilitas kendaraan, khususnya truk trailer dengan konfigurasi sumbu panjang.

Analisis Teknis Kendaraan dan Upaya Pengendalian yang Terlambat

Pemeriksaan teknis terhadap kendaraan menunjukkan bahwa sistem pengereman berfungsi dengan baik. Namun, kombinasi jalan basah dan perbedaan gaya gesekan membuat pengemudi kehilangan kontrol saat melakukan pengereman. Dalam situasi jackknifing, pengemudi membutuhkan waktu dan ruang yang cukup untuk mengembalikan posisi simetris traktor dan trailer. Teori umum yang disarankan adalah melepaskan rem dan melakukan pengereman hanya pada trailer, bukan service brake, untuk menghindari kepanikan. Sayangnya, truk trailer yang melaju dengan kecepatan sekitar 70 km/jam di jalur kanan tidak dapat menghindari tabrakan dengan kendaraan di depannya yang sedang melambat akibat penyempitan jalur di KM 92+600B.

Desain Jalur Penghentian Darurat yang Tidak Memadai

Temuan investigasi juga menyoroti desain jalur penghentian darurat (JPD) di KM 92+600 B yang memiliki sudut masuk terlalu besar. Desain ini menyulitkan kendaraan besar untuk masuk ke jalur tersebut saat dalam kondisi darurat, mengurangi efektivitas JPD sebagai solusi potensial untuk mencegah atau mengurangi dampak kecelakaan.