Sidang Kasus Penipuan Akpol Senilai Rp 1,3 Miliar Diduga Penuh Kejanggalan, Kuasa Hukum Korban Berencana Lapor ke Komisi Yudisial
Kuasa Hukum Korban Penipuan Akpol Ungkap Dugaan Kejanggalan Sidang Tuntutan
Sidang kasus dugaan penipuan dengan iming-iming masuk Akademi Kepolisian (Akpol) yang menyeret terdakwa bernama Nina Wati memasuki babak baru. Ranto Sibarani, kuasa hukum dari Afnir, korban dalam kasus ini, mengungkapkan adanya sejumlah kejanggalan dalam proses persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, tepatnya di lokasi sidang Labuhan Deli.
Menurut Ranto, pihaknya mendapati bahwa sidang yang seharusnya digelar pada Kamis, 22 Mei 2025, tidak terlaksana sesuai jadwal meskipun mereka telah hadir di lokasi. Komunikasi sempat terjalin dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Surya Siregar sekitar pukul 17.00 WIB, di mana diperoleh informasi bahwa sidang belum dimulai. Namun, secara tiba-tiba, kuasa hukum korban dikagetkan dengan kabar bahwa sidang telah selesai dilaksanakan.
Keadaan ini menimbulkan kecurigaan yang mendalam bagi Ranto Sibarani. Ia bahkan berencana melaporkan jaksa dan hakim yang menangani perkara ini kepada pihak berwenang. "Jaksanya akan kami laporkan ke Komisi Kejaksaan dan hakimnya ke Komisi Yudisial," tegasnya.
Selain itu, Ranto juga menyoroti ketidaksesuaian dalam tuntutan yang diajukan oleh jaksa. Nina Wati, yang dianggap sebagai pelaku utama dalam kasus penipuan ini, hanya dituntut hukuman penjara selama 2 tahun. Hal ini dianggap tidak adil jika dibandingkan dengan terdakwa lain, Supriadi, yang didakwa turut serta dalam kasus ini, justru dituntut hukuman yang lebih berat, yaitu 3 tahun penjara. Ranto mempertanyakan logika di balik perbedaan tuntutan ini.
Proses persidangan kasus ini sendiri telah berlangsung cukup lama, dimulai sejak 24 September 2024. Ranto Sibarani menyoroti lamanya proses persidangan dan mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung yang menetapkan batas waktu maksimal 5 bulan untuk penyelesaian perkara di tingkat pengadilan negeri.
Sebelumnya, Ranto juga telah mengirimkan surat kepada Ketua Pengadilan Negeri Lubuk Pakam terkait dengan penundaan sidang yang berulang kali terjadi. Ia mengungkapkan bahwa pembacaan dakwaan baru dapat dilakukan setelah delapan kali penundaan.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Surya Siregar memberikan klarifikasi bahwa sidang tuntutan terhadap Nina Wati dilaksanakan secara daring, bukan di Tempat Sidang Labuhan Deli. Ia juga menyatakan bahwa pembacaan tuntutan dilakukan tanpa kehadiran terdakwa yang diwakili oleh penasihat hukumnya.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Lubuk Pakam, Nina Wati dijerat dengan Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat 1 KUHPidana. Ia didakwa melakukan penipuan terhadap Dimas Tigo Prabowo dengan kerugian mencapai Rp 1,3 miliar. Kasus ini bermula ketika Dimas, yang gagal dalam tes penerimaan Bintara Polri di Polda Sumut, bertemu dengan Supriadi yang menawarkan bantuan. Selanjutnya, Dimas dan ayahnya, Afnir, terjerat dalam jaringan penipuan yang melibatkan Nina Wati. Nina diduga meminta total biaya sebesar Rp 1,8 miliar, di mana Afnir telah menyerahkan Rp 1,3 miliar. Karena merasa ditipu dan uang tidak dikembalikan, Afnir melaporkan kasus ini ke Polda Sumut pada 8 Februari 2024.
Agenda sidang selanjutnya adalah pembelaan dari terdakwa Nina Wati. Tercatat, persidangan ini telah berlangsung sebanyak 33 kali, dengan beberapa kali mengalami penundaan karena berbagai alasan, termasuk masalah kesehatan terdakwa.
Daftar Kejanggalan yang Dikeluhkan Kuasa Hukum:
- Sidang tidak sesuai jadwal.
- Informasi simpang siur mengenai pelaksanaan sidang.
- Tuntutan jaksa dianggap tidak adil.
- Proses persidangan yang berlarut-larut.
- Penundaan sidang berulang kali.