Dampak Siklon Tropis: Peningkatan Kerentanan Kematian Bayi di Negara Berpenghasilan Rendah

Studi Ungkap Peningkatan Kematian Bayi Akibat Siklon Tropis di Negara Miskin

Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Science Advances menyoroti dampak buruk siklon tropis terhadap angka kematian bayi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Penelitian ini mengungkapkan bahwa bayi yang terpapar siklon tropis, baik dalam kandungan maupun selama tahun pertama kehidupannya, memiliki risiko kematian yang signifikan lebih tinggi.

Temuan ini menggarisbawahi perlunya peningkatan respons terhadap bencana dan perlindungan kesehatan anak-anak di wilayah rentan. Dengan perubahan iklim yang terus meningkatkan frekuensi dan intensitas badai, langkah-langkah mitigasi yang efektif menjadi semakin mendesak.

Temuan Utama Penelitian

Studi ini menganalisis data dari hampir 1,7 juta anak di tujuh negara: Madagaskar, India, Bangladesh, Kamboja, Filipina, Republik Dominika, dan Haiti. Hasilnya menunjukkan peningkatan rata-rata 11 persen dalam angka kematian bayi setelah terjadinya siklon tropis, setara dengan 4,4 kematian tambahan per 1.000 kelahiran hidup. Namun, risiko ini tampaknya berkurang setelah dua tahun pasca-badai.

Yang menarik, penelitian ini menemukan bahwa peningkatan kematian bayi tidak disebabkan oleh faktor-faktor tradisional seperti berkurangnya akses ke perawatan prenatal atau memburuknya gizi. Hal ini mengindikasikan adanya faktor-faktor lain yang berperan dalam peningkatan kematian bayi pasca-siklon.

"Fakta bahwa penggunaan layanan kesehatan dan kekurangan gizi tidak terpengaruh oleh paparan siklon tropis menunjukkan bahwa dampak kematian didorong oleh faktor-faktor lain yang tidak dapat kami pelajari secara langsung," kata Zachary Wagner, profesor madya ekonomi di USC Dornsife College of Letters, Arts and Sciences.

Dampak Bervariasi Antar Negara

Studi ini juga menyoroti adanya variasi dampak yang signifikan antar negara. Di Bangladesh, Haiti, dan Republik Dominika, siklon diikuti oleh peningkatan lebih dari 10 kematian per 1.000 kelahiran. Sebaliknya, sedikit atau tidak ada peningkatan angka kematian yang diamati di India, Filipina, Kamboja, dan Madagaskar.

Perbedaan ini mungkin mencerminkan tingkat kesiapsiagaan bencana yang berbeda, kerentanan geografis, atau kondisi kesehatan masyarakat yang mendasarinya. Faktor-faktor seperti topografi, sistem evakuasi, kualitas perumahan, dan tingkat gizi anak dapat mempengaruhi kerentanan terhadap dampak siklon.

  • Kesiapsiagaan Bencana: Negara dengan sistem peringatan dini dan evakuasi yang lebih baik mungkin dapat mengurangi dampak siklon terhadap kesehatan bayi.
  • Kerentanan Geografis: Wilayah yang lebih rentan terhadap banjir atau tanah longsor mungkin mengalami dampak yang lebih parah.
  • Kondisi Kesehatan Masyarakat: Tingkat gizi buruk atau prevalensi penyakit seperti malaria dapat meningkatkan kerentanan anak-anak terhadap dampak siklon.

Arah Penelitian Mendatang

Memahami alasan di balik perbedaan dampak antar negara akan menjadi fokus utama penelitian di masa mendatang. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi pada kerentanan yang lebih tinggi, para peneliti dapat membantu mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk melindungi anak-anak dari ancaman bencana terkait iklim.

"Jika kita ingin melindungi anak-anak dari ancaman bencana terkait iklim yang semakin meningkat, kita perlu memahami bukan hanya di mana risikonya paling besar, tetapi juga mengapa," tambah Wagner.

Penelitian ini menekankan pentingnya tindakan segera untuk melindungi anak-anak di negara-negara miskin dari dampak yang semakin meningkat dari siklon tropis. Hal ini memerlukan peningkatan kesiapsiagaan bencana, investasi dalam infrastruktur kesehatan, dan upaya berkelanjutan untuk mengatasi perubahan iklim.