Kepemilikan Lahan Asing di Jepang dan Korea Selatan Picu Kekhawatiran Spionase

markdown Gelombang pembelian properti dan lahan oleh warga negara asing, khususnya dari Tiongkok, di Jepang dan Korea Selatan telah memicu kekhawatiran serius mengenai potensi aktivitas spionase. Para ahli keamanan dan analis politik menyoroti risiko yang terkait dengan kepemilikan lahan strategis oleh pihak asing, yang dapat dimanfaatkan untuk pengawasan, pengumpulan informasi intelijen, dan bahkan pengendalian sumber daya vital.

Fenomena ini telah menjadi perhatian utama di kedua negara, di mana kasus-kasus spesifik telah menimbulkan pertanyaan tentang motif di balik investasi asing tersebut. Salah satu contoh yang mencolok adalah pembelian sebagian besar lahan di Pulau Yanahajima, Jepang, oleh seorang warga Tiongkok. Lokasi pulau yang dekat dengan Taiwan menimbulkan kekhawatiran tentang potensi penggunaannya untuk kegiatan pengawasan militer. Studi lebih lanjut mengungkapkan ribuan transaksi real estat di Jepang yang dianggap "sensitif", dengan sebagian signifikan melibatkan pembeli asal Tiongkok yang membeli properti dekat infrastruktur penting seperti pembangkit listrik tenaga nuklir, pangkalan militer, dan sumber air.

Di Korea Selatan, penjualan lahan strategis di distrik Itaewon, Seoul, kepada pemerintah Tiongkok juga memicu kontroversi. Lokasi tersebut, yang berdekatan dengan kantor kepresidenan dan Kedutaan Besar AS yang baru, menimbulkan kekhawatiran tentang potensi kegiatan pengintaian dan pengumpulan data intelijen. Kasus-kasus ini menggarisbawahi perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap investasi asing dan potensi dampaknya terhadap keamanan nasional.

Kekhawatiran serupa juga muncul di negara lain, seperti Amerika Serikat, di mana rencana pembelian lahan oleh perusahaan pertanian Tiongkok di dekat Pangkalan Udara AS dibatalkan karena alasan keamanan nasional. Kejadian ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan implikasi keamanan dari investasi asing, terutama di sektor-sektor strategis.

Profesor Heng Yee Kuang dari Universitas Tokyo menekankan bahwa kepemilikan properti di dekat lokasi sensitif dapat memfasilitasi pengumpulan informasi visual dan elektronik, serta penyadapan komunikasi. Kehadiran fisik di dekat target yang potensial memberikan platform yang nyaman untuk melakukan operasi spionase dengan risiko deteksi yang lebih rendah.

Sementara beberapa ahli berpendapat bahwa sebagian besar investasi asing didorong oleh motif ekonomi yang sah, mereka mengakui perlunya kewaspadaan dan transparansi yang lebih besar. Ken Jimbo, seorang pakar keamanan dari Universitas Keio, mengakui bahwa investasi asing dapat memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga menekankan pentingnya menyeimbangkan manfaat tersebut dengan kebutuhan untuk melindungi keamanan nasional. Pemerintah perlu menerapkan mekanisme pengawasan yang ketat untuk mengidentifikasi dan mencegah potensi penyalahgunaan investasi asing untuk tujuan yang merugikan.

Kebutuhan akan transparansi, uji tuntas, dan pengawasan yang lebih ketat menjadi semakin mendesak dalam menghadapi meningkatnya investasi asing di sektor-sektor strategis. Pemerintah harus berupaya menyeimbangkan manfaat ekonomi dari investasi asing dengan perlindungan keamanan nasional, memastikan bahwa kepentingan negara dilindungi dari potensi ancaman dan risiko.