TNI AD Pertimbangkan Rekomendasi Komnas HAM Terkait Ledakan Amunisi di Garut
TNI AD Evaluasi Masukan Komnas HAM Soal Ledakan Amunisi Garut
TNI Angkatan Darat menyatakan akan mempertimbangkan temuan dan rekomendasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait insiden ledakan amunisi di Garut, Jawa Barat, sebagai bagian dari evaluasi internal. Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana.
Komnas HAM sebelumnya telah merilis hasil investigasi mereka terkait ledakan yang terjadi saat proses pemusnahan amunisi afkir. Insiden tragis ini mengakibatkan 13 orang meninggal dunia, dimana sebagian besar korban adalah warga sipil.
"Seluruh masukan dari Komnas HAM akan menjadi bahan pertimbangan penting dalam proses evaluasi dan pengambilan keputusan lebih lanjut," ujar Brigjen TNI Wahyu Yudhayana.
TNI AD menegaskan keterbukaannya terhadap kritik dan saran dari berbagai pihak terkait insiden ini. Mereka juga menghargai temuan fakta yang telah diungkapkan oleh Komnas HAM di lokasi kejadian.
Meski demikian, Kadispenad memilih untuk tidak memberikan komentar mendalam mengenai setiap detail temuan yang disampaikan oleh Komnas HAM. Beliau menekankan komitmen TNI AD untuk senantiasa terbuka dan menghargai masukan konstruktif dari berbagai sumber.
Rekomendasi Komnas HAM
Sebelumnya, Komnas HAM telah mengeluarkan rekomendasi yang meminta TNI untuk tidak lagi melibatkan warga sipil dalam kegiatan berisiko tinggi, termasuk dalam proses pemusnahan amunisi. Rekomendasi ini didasarkan pada pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengatur pelibatan sipil dalam penanganan dan pemusnahan amunisi.
Menurut Komnas HAM, pelibatan pihak eksternal dalam kegiatan semacam pemusnahan amunisi seharusnya hanya dilakukan jika mereka memiliki keahlian spesifik atau kompetensi yang tersertifikasi. Dalam kasus ledakan di Garut, para pekerja yang terlibat belajar secara otodidak dan tidak memiliki sertifikasi yang sesuai.
Anggota Komnas HAM Uli Parulian Sihombing berharap Panglima TNI dapat mengambil langkah evaluatif secara menyeluruh untuk memastikan tidak ada lagi pelibatan masyarakat sipil dalam kegiatan berisiko serupa. Ia juga mengimbau masyarakat yang tidak memiliki keahlian khusus untuk tidak terlibat dalam kegiatan militer yang berpotensi membahayakan.
Kondisi Pekerja Sipil
Investigasi Komnas HAM mengungkap bahwa terdapat 21 orang yang dipekerjakan untuk membantu proses pemusnahan amunisi afkir TNI dengan upah harian sebesar Rp150 ribu. Para pekerja ini dikoordinasikan oleh seorang pimpinan bernama Rustiawan, yang memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun dalam proses pemusnahan amunisi.
Para pekerja sipil tersebut memiliki berbagai peran dalam kegiatan pemusnahan, mulai dari sopir truk, penggali lubang, pembongkar amunisi, hingga juru masak. Beberapa pekerja senior bahkan memiliki pengalaman bekerja di berbagai daerah di Indonesia.
Ironisnya, para pekerja tersebut tidak dilengkapi dengan peralatan khusus atau alat pelindung diri yang memadai dalam melaksanakan tugas mereka.
Tuntutan Komnas HAM
Komnas HAM mendesak Panglima TNI dan Kapolri untuk melakukan evaluasi terhadap mekanisme pemusnahan amunisi dengan mengutamakan keselamatan kerja, baik bagi personel TNI/Polri maupun pihak lain yang tersertifikasi. Mereka juga berharap TNI dapat menjamin pemulihan jangka panjang bagi keluarga korban, baik secara fisik, psikis, maupun sosial-ekonomi, serta melakukan upaya pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang.
Selain itu, Komnas HAM meminta TNI AD untuk menyampaikan hasil investigasi peristiwa ledakan amunisi kepada publik sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas.