Teknologi AI Hadirkan 'Kesaksian' Korban Pembunuhan dalam Persidangan

Teknologi AI 'Menghidupkan' Korban Pembunuhan di Persidangan, Memberikan Kesaksian Virtual

Sebuah inovasi teknologi yang mencengangkan terjadi di Arizona, Amerika Serikat, di mana kecerdasan buatan (AI) memungkinkan seorang korban pembunuhan untuk 'bersaksi' dalam persidangan kasusnya, empat tahun setelah kematiannya. Chris Pelkey, menjadi korban penembakan tragis pada tahun 2021. Walaupun sudah meninggal, kehadirannya terasa kuat di ruang sidang berkat pemanfaatan AI yang inovatif.

Saudari Pelkey, Stacey Wales, bekerja sama dengan ahli teknologi untuk menciptakan representasi virtual kakaknya. Mereka menggunakan rekaman suara, video, dan foto-foto Chris untuk menghasilkan video pernyataan yang sangat realistis. Video ini diputar di pengadilan setelah vonis dijatuhkan kepada terdakwa, Gabriel Horcasitas, yang dijatuhi hukuman 10 tahun penjara. Seolah-olah Pelkey hadir secara fisik dan menyampaikan kata-kata terakhirnya.

"Untuk Gabriel Horcasitas, pria yang menembak saya, sangat disayangkan kita bertemu dalam situasi seperti itu. Di kehidupan lain, kita mungkin bisa berteman," ujar Pelkey dalam versi AI.

"Saya percaya pada pengampunan dan Tuhan maha pengampun," lanjutnya.

Hakim Todd Lang, yang memimpin persidangan, menyambut baik penggunaan teknologi AI ini. Ia bahkan menyatakan bahwa teknologi ini dapat menjadi representasi yang berharga bagi korban, memberikan mereka suara bahkan setelah mereka tiada. Namun, ia menekankan bahwa penggunaan AI ini tidak memengaruhi vonis yang dijatuhkan.

"Saya berterima kasih (pada AI). Walau Anda (Pelkey) sebenarnya marah, keluarga geram, saya mendengar pengampunan itu dan terasa tulus," kata Lang.

Inisiatif ini menandai tonggak penting dalam penerapan AI di bidang hukum. Pengadilan di Arizona juga mulai menggunakan AI untuk menyederhanakan bahasa hukum dalam putusan, membuatnya lebih mudah dipahami oleh masyarakat umum.

Brasil Manfaatkan AI untuk Analisis Dokumen Hukum, Efisiensi Anggaran Jadi Prioritas

Langkah serupa juga diambil oleh pemerintah Brasil, yang pada Juni 2024 mulai menggunakan layanan AI dari OpenAI untuk menganalisis dokumen hukum. Tujuan utama dari inisiatif ini adalah untuk menghemat anggaran negara yang besar dalam penanganan perkara hukum.

AI yang digunakan, yang dikembangkan oleh induk ChatGPT, membantu pemerintah Brasil mengevaluasi kelayakan suatu kasus untuk diproses lebih lanjut. Analisis ini memungkinkan kantor Jaksa Agung Brasil (AGU) untuk membuat keputusan yang lebih tepat dan efisien.

Selain itu, teknologi AI juga dimanfaatkan untuk mengidentifikasi tren dan potensi strategi bagi lembaga-lembaga terkait, sehingga meningkatkan efektivitas penegakan hukum.

Kantor kejaksaan Brasil tidak mengungkapkan biaya layanan AI secara rinci. Namun, mereka menyebut bahwa teknologi ini disediakan oleh Microsoft melalui platform komputasi awan Azure.

AGU menekankan bahwa AI tidak akan menggantikan tenaga kerja manusia, melainkan berfungsi sebagai alat bantu untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam proses hukum.

"Ini akan membantu mereka mendapatkan efisiensi serta akurasi, dan semua aktivitas (tetap) dimonitor sepenuhnya oleh manusia," kata perwakilan AGU, dikutip dari Reuters.

Anggaran penanganan hukum di Brasil merupakan salah satu pengeluaran terbesar dalam anggaran federal. Pemerintah memproyeksikan bahwa anggaran hukum pada tahun 2025 akan mencapai 70,7 miliar real Brasil (sekitar Rp 213 triliun) untuk kasus yang tidak dapat lagi diajukan banding.

Total anggaran hukum yang dibutuhkan pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 100 miliar real Brasil (sekitar Rp 301 triliun), meningkat drastis dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 37,3 miliar real Brasil (sekitar Rp 112 triliun). Angka ini bahkan 15 persen lebih besar daripada dana yang dialokasikan untuk membayar asuransi pengangguran serta tunjangan upah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.