Praktik Pungutan Liar Ormas Terungkap di Lahan BMKG, Pedagang Jadi Korban

Aparat gabungan dari BMKG dan Satpol PP menertibkan lahan milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Pondok Aren, Tangerang Selatan, yang sebelumnya diduduki oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) GRIB Jaya. Penertiban ini membuka tabir praktik pungutan liar yang selama ini membebani para pedagang yang menyewa lapak di lahan tersebut.

Penertiban yang dilakukan pada Sabtu (24/5) lalu itu, diawali dengan pembongkaran posko GRIB Jaya yang berdiri ilegal di atas lahan BMKG. Dalam operasi tersebut, pihak kepolisian juga mengamankan 17 orang yang diduga terlibat dalam kasus penguasaan lahan dan pungutan liar. Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa sebagian dari mereka adalah anggota ormas GRIB Jaya, sementara sisanya mengaku sebagai ahli waris lahan tersebut.

Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, Kabid Humas Polda Metro Jaya, mengungkapkan bahwa para pelaku secara ilegal menguasai lahan milik BMKG dan kemudian memberikan izin kepada sejumlah pedagang lokal untuk berjualan di sana. Izin tersebut tidak gratis, para pedagang dipaksa membayar sejumlah uang yang nilainya bervariasi.

"Mereka melakukan penguasaan lahan tanpa hak milik BMKG. Kemudian memberikan izin kepada beberapa pihak, beberapa pengusaha lokal, ya tadi ada pengusaha pecel lele, kemudian pengusaha pedagang hewan kurban, itu dipungut secara liar," ungkap Kombes Ade Ary.

Salah satu korban pungutan liar adalah Darmaji, seorang pedagang pecel lele. Ia mengaku dimintai uang sebesar Rp 3,5 juta per bulan agar bisa berjualan di lahan tersebut. Sementara itu, Ina Wahyuningsih, seorang pedagang hewan kurban, bahkan harus merogoh kocek hingga Rp 22 juta untuk mendapatkan izin berjualan selama periode menjelang Hari Raya Idul Adha.

Modus operandi para pelaku adalah dengan mengklaim bahwa mereka memiliki hak atas lahan tersebut dan menjamin keamanan serta kelancaran usaha para pedagang selama mereka membayar sejumlah uang. Uang hasil pungutan liar tersebut kemudian ditransfer ke rekening seorang oknum ketua GRIB Jaya di Tangerang Selatan.

Terbongkarnya kasus ini bermula dari dialog antara Kapolres Tangerang Selatan, AKBP Victor Inkiriwang, dengan para pedagang yang menjadi korban pungutan liar. Darmaji, yang telah berjualan selama lima bulan, mengaku ditawari lapak oleh Ketua RT setempat dan kemudian membayar sewa bulanan kepada Ketua GRIB Jaya bernama Yani Tuanaya.

"Tadinya ditawarin sama RT ada lapak di sini," kata Darmaji saat ditanya Victor di sela-sela penertiban lahan, Sabtu (24/5).

"Buka lapak di sini? Izinnya dari? Pak RT? Ada iuran?" tanya Victor.

"Nggak ada, sewa bulanan aja," jawab Darmaji.

"Diserahkan ke siapa sewa bulanannya?," kata Victor.

"Ditransfer, Pak," sambung Darmaji.

"Namanya?" tanya Victor lagi.

"Pak Yani," ucap Darmaji.

"Siapa Pak Yani?," tukas Victor.

"Ketua GRIB," jawab Darmaji.

Ina Wahyuningsih, pedagang sapi kurban, juga mengalami hal serupa. Ia mengaku kebingungan mencari lahan kosong untuk berjualan dan kemudian bertemu dengan anggota GRIB yang menawarkan lahan milik BMKG yang mereka duduki.

"Dan saya lihat lahan ini kan ada kosong, saya bertanya lah sama mereka," ucap Ina.

"Siapa?" tanya Victor.

"Keke sama Bang Jamal," sambung Ina.

"Sebagai apa?"

"Bang Jamal itu sekjen dari GRIB, kalo Keke Ketua Ranting dari GRIB. Saya bertanya bisa nggak kita pakai lahan ini? Terus saya harus hubungin siapa? Terus Ketua Keke bilang, 'Saya telepon dulu ya Mpok Ketua Yani.' Waktu itu saya juga nggak kenal sama Ketua Yani," jelas Ina.

Setelah bernegosiasi, Ina akhirnya setuju untuk membayar Rp 22 juta kepada Yani Tuanaya sebagai 'uang koordinasi' yang mencakup semua biaya terkait dengan perizinan dan keamanan.

Akibat penertiban ini, Darmaji harus merelakan lapaknya dibongkar dan mencari tempat baru untuk berjualan. Sementara itu, Ina diberikan kelonggaran untuk tetap berjualan di lahan tersebut hingga Hari Raya Idul Adha tiba.