Naskah Al-Qur'an Abad ke-17 dari Kerajaan Gowa: Bukti Perkembangan Islam di Nusantara

Naskah Al-Qur'an Abad ke-17 dari Kerajaan Gowa: Bukti Perkembangan Islam di Nusantara

Penemuan sebuah naskah Al-Qur'an berusia kurang lebih 400 tahun di Kerajaan Gowa, Sulawesi Selatan, memberikan pencerahan baru bagi pemahaman perkembangan Islam di Nusantara. Naskah kuno ini, yang kini menjadi bagian penting dari khazanah sejarah dan budaya Indonesia, menyimpan cerita panjang tentang adaptasi dan penyebaran ajaran Islam di wilayah tersebut. Lebih dari sekadar teks suci, naskah ini merupakan artefak berharga yang merefleksikan kearifan lokal dan keahlian para leluhur dalam melestarikan nilai-nilai agama.

Keunikan naskah ini terletak bukan hanya pada usianya yang telah melewati empat abad, melainkan juga pada bahan pembuatannya. Menurut Andi Jufri Tenri Bali, Ahli Sejarah Budaya dan Keagamaan Istana Balla Lompoa, naskah tersebut ditulis di atas kertas pilihan khusus menggunakan tinta yang terbuat dari biji mangga. Proses pembuatan tinta ini sendiri merupakan warisan pengetahuan tradisional yang menarik. Biji mangga yang dihaluskan dicampur dengan tanah liat, kemudian diberi air sebelum disaring dan digunakan untuk menulis ayat-ayat suci. Teknik pembuatan tinta ini, yang diperkenalkan oleh Syekh Abdullah Asufi sekitar tahun 1625 di masa pemerintahan Sultan Alauddin, Raja Gowa XIV, menunjukkan kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam.

Penggunaan tinta biji mangga bukan hanya sekedar pilihan, melainkan juga mencerminkan sebuah proses adaptasi. Bahan-bahan alami tersebut mudah diakses dan tersedia di lingkungan sekitar, menunjukkan bagaimana masyarakat Gowa mampu mengintegrasikan ajaran Islam dengan pengetahuan dan sumber daya yang ada di lingkungan mereka. Keberhasilan metode ini terbukti dari penggunaan tinta biji mangga yang kemudian meluas ke sejumlah kerajaan di bawah naungan Kerajaan Gowa dalam penulisan Al-Qur'an.

Lebih jauh lagi, keberadaan naskah Al-Qur'an ini memperkuat bukti historis tentang perkembangan Islam di Kerajaan Gowa. Andi Jufri menjelaskan bahwa meskipun Raja Gowa pada tahun 1603 belum memeluk Islam, kerajaan tersebut telah menunjukkan sikap toleransi yang tinggi terhadap para pendatang Muslim. Sikap toleran inilah yang kemudian mendorong proses Islamisasi di Gowa. Pada tahun 1605, Kerajaan Gowa resmi menganut Islam sebagai agama kerajaan, bersamaan dengan Kerajaan Tallo VI, di bawah kepemimpinan Sultan Awalul Islam. Naskah Al-Qur'an ini menjadi saksi bisu atas momen bersejarah tersebut, mengungkapkan sebuah proses akulturasi budaya dan agama yang damai dan harmonis.

Kesimpulannya, naskah Al-Qur'an berusia 400 tahun dari Kerajaan Gowa bukan hanya sekadar objek sejarah, tetapi juga merupakan jendela untuk melihat bagaimana Islam berkembang dan beradaptasi di Nusantara. Keberadaan naskah ini menjadi bukti nyata tentang kearifan lokal, keterampilan para leluhur, dan proses Islamisasi yang damai di wilayah tersebut. Penelitian lebih lanjut mengenai naskah ini diharapkan dapat mengungkap lebih banyak informasi berharga tentang sejarah perkembangan Islam di Indonesia.