Stabilitas Porsi KPR Nasional Terjaga Meski Pertumbuhan Melambat

Stabilitas Porsi KPR Nasional Terjaga Meski Pertumbuhan Melambat

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa porsi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) terhadap total kredit nasional menunjukkan stabilitas yang konsisten selama empat tahun terakhir. Data hingga Maret 2025 mencatat porsi KPR sebesar 10,16 persen dari keseluruhan kredit nasional.

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, kontribusi terbesar berasal dari KPR untuk rumah tipe 22 hingga 70, diikuti oleh rumah tipe di atas 70. "Penyumbang utama kredit KPR adalah pembiayaan rumah dengan tipe 22 sampai 70, yang mencakup 60,27 persen dari total kredit KPR. Sementara itu, rumah tipe di atas 70 berkontribusi sebesar 28,96 persen. Kedua kategori ini mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan dan menjadi pendorong utama pertumbuhan KPR secara keseluruhan," ungkap Dian dalam keterangan tertulis.

Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh Bank Indonesia mengindikasikan bahwa KPR tetap menjadi metode pembiayaan pilihan bagi masyarakat yang membeli rumah di pasar primer. Meskipun demikian, data menunjukkan adanya perlambatan dalam pertumbuhan KPR. Pada Maret 2025, pertumbuhan KPR tercatat sebesar 8,89 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), mengalami penurunan dibandingkan dengan pertumbuhan sebesar 14,26 persen pada Maret 2024.

Penurunan pertumbuhan KPR ini sejalan dengan tren perlambatan kredit secara umum, yang dipengaruhi oleh tekanan ekonomi global dan penurunan daya beli masyarakat. Survei yang sama juga mencatat bahwa pertumbuhan harga dan penjualan properti residensial pada kuartal I 2025 masih terbatas.

Selama periode April 2024 hingga Mei 2025, jumlah rekening KPR baru yang dibuka mencapai 531 ribu, dengan total realisasi pembiayaan mencapai hampir Rp200 triliun. Sebagian besar, sekitar 85 persen dari jumlah tersebut, merupakan KPR untuk rumah tipe 22 hingga 70.

"OJK secara berkelanjutan mendorong perbankan untuk mendukung program-program yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan tetap memprioritaskan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik," tegas Dian.

Dari sisi kualitas kredit, KPR menunjukkan kondisi yang masih terjaga. Rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) pada Maret 2025 tercatat sebesar 2,93 persen, meningkat dari 2,49 persen pada Maret 2024. Namun, angka ini masih berada di bawah ambang batas yang ditetapkan, yaitu 5 persen.

Meskipun demikian, Dian mengingatkan akan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi risiko kredit KPR, terutama pada segmen menengah ke bawah. Risiko ini dapat meningkat seiring dengan berlanjutnya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pelemahan daya beli masyarakat.

OJK terus berupaya mendorong pertumbuhan sektor properti dengan tetap memperhatikan kebutuhan masyarakat secara luas, sehingga akses terhadap perumahan yang layak semakin terbuka. Berbagai regulasi telah diterbitkan untuk mendukung pembiayaan perumahan, termasuk pencabutan larangan kredit pengadaan dan pengolahan tanah sejak 1 Januari 2023 melalui POJK No. 27 Tahun 2022 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (POJK KPMM).

Dukungan lain juga diberikan melalui penetapan bobot risiko terendah sebesar 20 persen untuk KPR dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR Kredit). Selain itu, penilaian kualitas KPR kini dapat menggunakan indikator tunggal. Berdasarkan POJK No. 40/POJK.03/2019, aset produktif dengan plafon hingga Rp5 miliar cukup dinilai berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga. Skema ini dapat dimanfaatkan oleh bank untuk produk KPR.