OJK Ungkap Modus Penipuan Online yang Merugikan Masyarakat Hingga Ratusan Miliar Rupiah

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) telah berhasil membekukan dana sebesar Rp 163 miliar milik korban penipuan transaksi keuangan hingga 23 Mei 2025. Jumlah ini merupakan bagian kecil dari total kerugian yang dilaporkan, yang mencapai angka fantastis Rp 2,6 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengungkapkan bahwa IASC, yang dibentuk bersama Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI), terus berupaya menekan angka kerugian akibat penipuan online. Satgas PASTI sendiri melibatkan berbagai lembaga seperti Bank Indonesia, kepolisian, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta dukungan dari asosiasi industri perbankan dan sistem pembayaran.

Data menunjukkan bahwa hingga tanggal yang sama, IASC telah menerima 128.281 laporan terkait penipuan transaksi keuangan. Dari jumlah tersebut, 85.120 laporan diteruskan oleh pelaku usaha sektor keuangan, sementara 43.161 laporan lainnya dilaporkan langsung oleh korban melalui sistem IASC. Laporan-laporan ini mengungkap adanya 208.333 rekening yang terindikasi terlibat dalam kasus penipuan, di mana 47.891 rekening telah berhasil diblokir.

Jenis Penipuan yang Paling Sering Terjadi

Berdasarkan data yang dihimpun IASC, terdapat lima modus penipuan yang paling sering dilaporkan oleh masyarakat, yaitu:

  • Penipuan dalam transaksi jual beli online: Modus ini melibatkan penipu yang menawarkan barang atau jasa secara online dengan harga yang menarik, namun korban tidak pernah menerima barang atau jasa yang dijanjikan setelah melakukan pembayaran.
  • Penipuan dengan mengaku sebagai pihak lain (fake call): Penipu menyamar sebagai pihak yang berwenang, seperti petugas bank atau polisi, untuk mendapatkan informasi pribadi atau meminta korban untuk mentransfer sejumlah uang.
  • Penipuan investasi: Penipu menawarkan investasi dengan iming-iming keuntungan yang sangat tinggi dalam waktu singkat, namun pada akhirnya dana investasi korban dibawa kabur.
  • Penipuan lowongan kerja palsu: Penipu menawarkan lowongan kerja dengan persyaratan yang mudah dan gaji yang tinggi, namun korban diminta untuk membayar sejumlah uang sebagai biaya administrasi atau pelatihan.
  • Penipuan undian atau hadiah palsu: Penipu memberitahu korban bahwa mereka telah memenangkan undian atau hadiah tertentu, namun korban diminta untuk membayar sejumlah uang sebagai biaya pengiriman atau pajak.

Friderica menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada laporan mengenai penyalahgunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam melakukan penipuan di sektor keuangan. Namun, IASC terus berupaya meningkatkan kapasitasnya dalam menangani kasus penipuan, termasuk yang mungkin melibatkan penggunaan teknologi baru.

Ketua Sekretariat Satgas PASTI OJK, Hudiyanto, mengimbau masyarakat untuk selalu berhati-hati dan memeriksa legalitas serta kelogisan setiap tawaran investasi atau transaksi finansial. Hal ini penting untuk mencegah masyarakat menjadi korban penipuan online, yang telah menyebabkan kerugian yang signifikan.

OJK menyediakan layanan pelaporan melalui Indonesia Anti-Scam Centre di situs resmi iasc.ojk.go.id sebagai upaya perlindungan konsumen. Layanan ini bertujuan untuk mempercepat penundaan transaksi yang dilakukan oleh penipu dan menyelamatkan dana milik korban.