Menteri ESDM Soroti Dugaan Upaya Sistematis dalam Penurunan Produksi Minyak Nasional

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, baru-baru ini menyampaikan kekhawatiran serius mengenai penurunan produksi minyak (lifting) di Indonesia. Ia menduga bahwa penurunan ini bukanlah sebuah kebetulan, melainkan bagian dari sebuah rencana yang disengaja untuk membuat Indonesia terus bergantung pada impor minyak dari negara lain. Pernyataan ini muncul di tengah kondisi lifting minyak Indonesia yang pada tahun 2024 hanya mencapai 580.000 barel per hari, jauh di bawah kebutuhan konsumsi nasional yang mencapai 1.600.000 barel per hari.

Bahlil menggambarkan kontras yang mencolok dengan kondisi pada tahun 1996-1997, di mana lifting minyak dan gas (migas) Indonesia berada pada kisaran 1.500.000 – 1.600.000 barel per hari, sementara konsumsi domestik hanya sekitar 500.000 barel per hari. Hal ini memungkinkan Indonesia untuk mengekspor 1.000.000 – 1.600.000 barel per hari, memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara, mencapai 40-45 persen dari sektor migas.

Penurunan produksi minyak nasional secara bertahap mulai terasa setelah krisis moneter tahun 1998. Bahlil mempertanyakan apakah penurunan ini disebabkan oleh menipisnya sumber daya alam Indonesia ataukah ada faktor lain yang menyebabkan produksi sengaja diturunkan demi kepentingan impor.

"Saya jujur mengatakan, demi Allah, menurut saya ini ada unsur kesengajaan, by design," tegas Bahlil, mengungkapkan keyakinannya yang kuat akan adanya unsur kesengajaan dalam penurunan lifting minyak nasional.

Untuk menyelidiki lebih lanjut potensi peningkatan lifting, Bahlil mengungkapkan bahwa terdapat sekitar 40.000 sumur minyak di seluruh Indonesia. Namun, hanya sekitar 20.000 sumur yang masih produktif, sementara sisanya tidak lagi menghasilkan. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang potensi revitalisasi sumur-sumur yang tidak aktif dan optimalisasi produksi dari sumur-sumur yang masih beroperasi.