PDI-P Klaim Dakwaan Kasus Suap Harun Masiku Tak Libatkan Hasto Kristiyanto

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menyatakan bahwa dakwaan terhadap Sekretaris Jenderal (Sekjen) Hasto Kristiyanto dalam kasus dugaan suap terkait Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI tidak memiliki dasar yang kuat. Pernyataan ini disampaikan berdasarkan serangkaian kesaksian yang terungkap dalam persidangan.

Menurut politikus PDI-P, Guntur Romli, bukti-bukti yang ada justru mengindikasikan bahwa inisiatif dan sumber dana dalam skema suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sepenuhnya berasal dari pihak lain, tanpa keterlibatan langsung maupun tidak langsung dari Hasto Kristiyanto. Guntur Romli menegaskan hal ini saat membacakan pernyataan resmi partai di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

"Dakwaan terkait suap tidak terbukti. Tidak ada perintah dari Saudara Hasto Kristiyanto dan semua sumber dana berasal dari Harun Masiku," ujar Guntur Romli.

Pernyataan tersebut juga menyinggung kesaksian Saeful Bahri, mantan kader PDI-P yang dihadirkan sebagai saksi kunci oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saeful Bahri mengakui bahwa dirinya bersama Donny Tri Istiqomah menyusun skenario penyuapan kepada Wahyu Setiawan.

"Keterangan ini diperkuat oleh kesaksian dari Saeful Bahri yang terakhir, bahwa skenario penyuapan KPU itu disusun oleh Saeful Bahri dan Doni Tri Istiqomah," kata Guntur.

Partai berlambang banteng itu meyakini bahwa seluruh dana yang digunakan dalam skema tersebut, termasuk uang awal sebesar Rp 400 juta dan total dana Rp 1,25 miliar, berasal dari Harun Masiku, mantan calon anggota legislatif (caleg) PDI-P yang kini menjadi buronan KPK sejak tahun 2020.

"Uang Rp 400 juta awal itu juga dari Harun Masiku, dan total Rp 1.250.000.000 itu juga dari Harun Masiku. Itu sudah ditegaskan secara langsung oleh Saeful Bahri yang merupakan saksi kunci," lanjut Guntur.

Lebih lanjut, PDI-P mengkritik proses hukum yang dianggap sebagai pengulangan kasus yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Partai tersebut berpendapat bahwa tidak ada fakta hukum baru yang muncul, termasuk dalam aspek dugaan suap.

Kasus ini bermula dari upaya Harun Masiku untuk menggantikan caleg terpilih dari PDI-P melalui mekanisme PAW pada tahun 2019. Kasus ini sebelumnya telah menjerat mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan Komisioner Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan Saeful Bahri, yang telah divonis pada tahun 2020.

Dalam dakwaan, Hasto Kristiyanto disebut menyiapkan uang sebesar Rp 400 juta untuk keperluan suap Harun Masiku melalui staf pribadinya, Kusnadi. Namun, PDI-P berpendapat bahwa dakwaan ini tidak didukung oleh bukti yang kuat.

Saeful Bahri sendiri telah mengakui bahwa skenario suap dalam pengurusan PAW Harun Masiku disusun bersama Donny Tri Istiqomah, yang merupakan seorang advokat PDI-P. Pengakuan ini disampaikan Saeful saat menanggapi pernyataan kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Febri Diansyah menanyakan kepada Saeful Bahri mengenai arahan Sekjen PDI-P, yang dijawab oleh Saeful bahwa arahan tersebut bersifat umum dan bahwa dirinya yang membuat skenario suap tersebut.

"Jadi yang tadi saya bacakan itu benar pengakuan dari Pak Saeful ya?" tanya Febri.

"Ya," jawab Saeful mengamini.

Saeful kemudian menjelaskan bahwa skenario suap tersebut disusun bersama Donny. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada perintah dari Hasto Kristiyanto dalam penyusunan skenario penyuapan terhadap KPU.

"Apakah ketika Bapak Saeful menyusun bersama Donny skenario untuk menyuap KPU tersebut, itu ada perintah dari Pak Hasto untuk skenario menyuap KPU itu?" tanya Febri.

"Ya tadi saya sampaikan kan, tidak ada," kata Saeful menegaskan.