Polemik Ayam Goreng Widuran: Legenda Kuliner Solo Didera Isu Nonhalal dan Penutupan Sementara

Kontroversi Label Nonhalal Guncang Ayam Goreng Widuran, Warung Legendaris Solo Ditutup Sementara

Ayam Goreng Widuran, sebuah nama yang telah melegenda di dunia kuliner Solo sejak tahun 1973, kini tengah menghadapi badai kontroversi. Rumah makan yang berlokasi di Jalan Sutan Syahrir, Kepatihan Kulon, Jebres, Solo, Jawa Tengah ini mendadak menjadi perbincangan hangat setelah secara terbuka mengumumkan penggunaan bahan nonhalal dalam proses penyajiannya.

Keputusan ini sontak menuai beragam reaksi dari para pelanggan setianya. Tak sedikit yang merasa kecewa dan menyayangkan mengapa informasi krusial ini baru diungkapkan sekarang, padahal mereka telah menjadi pelanggan setia selama bertahun-tahun. Pita, salah seorang pelanggan yang telah menikmati kelezatan Ayam Goreng Widuran sejak era 90-an, mengaku terkejut dengan pengumuman tersebut. Ia yang mengenal cita rasa khas Ayam Goreng Widuran dari orang tuanya, selalu terpikat dengan rasa gurih ayam kampung yang menjadi ciri khas hidangan ini.

"Sejak SD saya langganan ayam goreng Widuran. Saya tahunya dari orangtua. Ayam goreng Widuran rasanya gurih," ungkapnya.

Senada dengan Pita, seorang pelanggan lain yang enggan disebutkan namanya juga mengaku telah lama menjadi penikmat Ayam Goreng Widuran sejak masa kecilnya. Namun, ia sama sekali tidak menyadari bahwa rumah makan ini menggunakan bahan-bahan yang tidak sesuai dengan prinsip halal. Bahkan, ia mengaku telah berhenti membeli ayam goreng di tempat tersebut sejak setahun lalu, setelah mendapatkan informasi dari temannya mengenai penggunaan bahan nonhalal, meskipun saat itu pihak rumah makan belum secara resmi mencantumkan label tersebut.

"Saya pelanggan lama dari kecil. Tidak tahu kalau nonhalal," katanya.

Meski merasa kecewa, pelanggan tersebut tidak berniat untuk menuntut pemilik rumah makan. Ia justru memberikan dukungan atas langkah transparansi yang diambil dengan mencantumkan label nonhalal. Ia berpendapat, dengan adanya keterbukaan ini, pelanggan muslim dapat membuat keputusan yang tepat sesuai dengan keyakinan mereka.

Klarifikasi Pihak Rumah Makan dan Imbauan Wali Kota

Nanang, salah seorang karyawan Ayam Goreng Widuran, mengaku tidak memiliki wewenang untuk menjelaskan alasan di balik keterlambatan pengumuman label nonhalal ini. Ia hanya menyampaikan bahwa pihak manajemen telah memberikan klarifikasi melalui akun Instagram resmi mereka.

"Dari pihak karyawan tidak bisa menjelaskan. (Setelah ramai) dari pihak sini di Instagram langsung membuat klarifikasi (label nonhalal)," jelasnya.

Nanang menambahkan, Ayam Goreng Widuran merupakan bisnis keluarga yang telah diwariskan secara turun-temurun. Pelanggan mereka berasal dari berbagai daerah, termasuk Surabaya, Jakarta, bahkan luar pulau Jawa. Ia juga mengungkapkan bahwa mayoritas pelanggan Ayam Goreng Widuran adalah nonmuslim, dan menu ayam goreng kremes menjadi favorit para pelanggan.

Merespon isu yang berkembang, Wali Kota Solo, Respati Ardi, mengambil langkah tegas dengan memerintahkan penutupan sementara Ayam Goreng Widuran. Penutupan ini bertujuan untuk memberikan waktu bagi pihak terkait melakukan kajian mendalam terkait status kehalalan makanan yang disajikan.

"Saya mengimbau untuk ditutup dulu dilakukan assessment ulang oleh OPD-OPD terkait kehalalan dan ketidakhalalan," tegas Respati.

Wali Kota juga mendorong pemilik Ayam Goreng Widuran untuk segera mengajukan sertifikasi, baik halal maupun nonhalal, sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Ia menegaskan, penutupan sementara akan berlaku hingga proses kajian selesai dan diverifikasi oleh pihak berwenang. Setelah itu, barulah keputusan mengenai pembukaan kembali rumah makan tersebut akan diambil.

"Nanti kita lihat dari assessment-nya dari BPOM, Kemenag dan verifikasinya dari OPD terkait nanti bisa dibuka kembali," pungkasnya.