Gelombang Penjualan Hotel Melanda Jakarta: Krisis Industri Pariwisata Semakin Dalam?
Kondisi perekonomian global yang kurang stabil turut memberikan tekanan pada industri perhotelan di Jakarta. Indikasi ini terlihat dari maraknya penjualan gedung hotel yang terdeteksi melalui pantauan di berbagai platform properti daring.
Ketua Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Khusus Jakarta (BPD PHRI DK Jakarta), Sutrisno Iwantono, mengungkapkan keprihatinannya atas situasi ini. Menurutnya, banyak pemilik hotel yang memilih untuk menjual aset mereka karena kesulitan dalam mengelola bisnis di tengah kondisi pasar yang menantang. Meskipun belum ada laporan resmi yang masuk ke PHRI DK Jakarta, Iwantono menyoroti banyaknya penawaran penjualan hotel yang dapat ditemukan dengan mudah di situs jual beli properti daring.
Tim investigasi mencoba menelusuri lebih lanjut fenomena ini dan menemukan beberapa contoh konkret:
- Hotel di Pademangan, Jakarta Utara: Hotel dengan 146 kamar, luas bangunan 7.200 meter persegi, dan luas tanah 5.775 meter persegi ini ditawarkan dengan harga Rp 45 miliar, termasuk seluruh aset di dalamnya. Deskripsi properti menjanjikan kondisi bangunan yang terawat dan bersih.
- Hotel Bintang 3 di Grogol Pertamburan, Jakarta Barat: Hotel 10 lantai dengan 96 kamar ini memiliki luas tanah 1.156 meter persegi dan luas bangunan 4.188 meter persegi. Fasilitas yang ditawarkan meliputi ruang pertemuan dan parkir basement yang dapat menampung 47 mobil. Harga yang dipatok untuk hotel ini adalah Rp 65 miliar.
- Hotel Bintang 4 di Pasar Minggu, Jakarta Selatan: Hotel dengan lokasi strategis dekat jalan tol dan pusat perbelanjaan ini memiliki luas tanah 5.234 meter persegi dan luas bangunan 25.617 meter persegi. Bangunan 26 lantai ini menawarkan 296 kamar dan 5 unit lift. Harga yang ditawarkan mencapai Rp 800 miliar, belum termasuk PPN.
Selain contoh-contoh di atas, beberapa hotel lain di kawasan Gambir (Jakarta Pusat) dan Kebayoran Baru (Jakarta Selatan) juga terpantau dijual dengan harga masing-masing Rp 91 miliar dan Rp 250 miliar.
Penurunan tingkat hunian hotel pada triwulan pertama tahun 2025 menjadi salah satu faktor utama yang memicu gelombang penjualan ini. Survei yang dilakukan oleh BPD PHRI DK Jakarta pada bulan April 2025 menunjukkan bahwa mayoritas hotel (96,7%) mengalami penurunan tingkat hunian.
Penurunan ini berdampak signifikan pada operasional hotel, memaksa banyak pelaku usaha untuk mengambil langkah-langkah efisiensi, termasuk pengurangan karyawan. Survei BPD PHRI DK Jakarta mengungkapkan bahwa penurunan terbesar berasal dari segmen pasar pemerintahan, yang dipicu oleh kebijakan efisiensi anggaran di berbagai lembaga pemerintah. Hotel-hotel yang selama ini mengandalkan kegiatan pemerintahan seperti hunian kamar, pertemuan, dan penggunaan restoran, merasakan dampak yang paling besar.
Selain penurunan tingkat hunian, pelaku usaha hotel juga harus menghadapi kenaikan biaya operasional, seperti tarif PDAM, gas, dan listrik. Kombinasi antara pendapatan yang menurun dan biaya yang meningkat menciptakan tekanan finansial yang besar bagi industri perhotelan.
Sebagai respons terhadap krisis ini, sebagian besar pemilik hotel yang disurvei (70%) menyatakan akan melakukan pengurangan jumlah karyawan. Responden memprediksi akan melakukan PHK karyawan dengan persentase antara 10-30%. Selain itu, sebagian besar responden (90%) berencana mengurangi penggunaan tenaga harian (daily worker), dan sebagian lainnya (37,7%) akan mengurangi jumlah staf.
Iwantono berharap pemerintah dapat segera mengambil tindakan untuk mengatasi permasalahan ini. Ia menekankan pentingnya industri hotel dan restoran bagi perekonomian Jakarta dan citra pariwisata kota di mata internasional. Iwantono juga meminta pemerintah untuk selektif dalam melakukan penghematan anggaran dan menghindari pemotongan yang dapat berdampak luas pada masyarakat.