Strategi Bertahan Hotel Bintang: Pangkas Harga di Tengah Tekanan Okupansi dan Biaya Operasional
Industri perhotelan, khususnya hotel bintang empat dan lima di Jakarta, tengah menghadapi tantangan berat yang memaksa mereka untuk mengambil langkah-langkah strategis demi mempertahankan kelangsungan bisnis.
Penurunan tingkat hunian atau okupansi menjadi isu krusial yang mendorong para pengusaha hotel untuk memutar otak. Salah satu strategi yang ditempuh adalah dengan menurunkan harga sewa kamar secara signifikan. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk menarik minat wisatawan dan pebisnis yang melakukan perjalanan, dengan harapan dapat meningkatkan kembali pendapatan hotel yang merosot.
Ketua BPD PHRI Jakarta, Sutrisno Iwantono, menekankan bahwa penurunan harga ini adalah pilihan yang lebih baik daripada membiarkan kamar-kamar hotel kosong tanpa menghasilkan pendapatan sama sekali. Menurutnya, dalam situasi sulit seperti ini, setiap pemasukan sangat berarti untuk menjaga roda bisnis tetap berputar.
Dewan Pakar PHRI Jakarta, Singgih, menambahkan bahwa penurunan harga merupakan respons terhadap perubahan perilaku konsumen. Masyarakat kini cenderung lebih berhati-hati dalam mengeluarkan uang, sehingga tingkat pengeluaran di restoran dan hotel pun mengalami penurunan. Untuk mengkompensasi hal ini, hotel-hotel berbintang terpaksa menurunkan harga untuk menarik volume pengunjung.
Namun, penurunan harga ini bukan tanpa konsekuensi. Hotel-hotel berbintang kini harus bersaing ketat dengan hotel-hotel dengan kelas yang lebih rendah. Persaingan harga yang ketat ini dapat menggerus margin keuntungan, sehingga hotel harus berjuang lebih keras untuk mempertahankan kualitas layanan dan fasilitas yang menjadi ciri khas mereka.
Sutrisno Iwantono juga menyoroti faktor lain yang menyebabkan penurunan okupansi hotel, yaitu efisiensi yang dilakukan oleh pemerintah. Sebelumnya, sektor pemerintahan merupakan kontributor signifikan terhadap pendapatan hotel, dengan kontribusi mencapai 20%-45%. Namun, dengan adanya kebijakan efisiensi, kontribusi ini menurun drastis, berdampak besar pada tingkat hunian hotel.
Selain penurunan okupansi, industri hotel dan restoran juga terbebani oleh kenaikan biaya operasional. Tarif air dari PDAM melonjak hingga 71%, sementara harga gas meningkat 20%. Beban ini semakin berat dengan kenaikan UMP setiap tahunnya, yang pada tahun ini tercatat sebesar 9%.
Para pengusaha hotel juga mengeluhkan kerumitan regulasi dan sertifikasi. Berbagai jenis izin harus dipenuhi, mulai dari izin lingkungan, sertifikat laik fungsi, hingga perizinan minuman beralkohol. Proses birokrasi yang panjang, duplikasi dokumen antarinstansi, dan biaya yang tidak transparan dinilai menghambat kelangsungan usaha.
Tantangan Industri Perhotelan:
- Penurunan okupansi hotel.
- Kenaikan biaya operasional (air, gas, UMP).
- Kerumitan regulasi dan sertifikasi.
- Persaingan harga yang ketat.
Strategi Bertahan:
- Penurunan harga sewa kamar.
- Efisiensi internal.
- Inovasi produk dan layanan.
- Upaya lobi kepada pemerintah untuk mengurangi beban regulasi dan biaya.
Industri perhotelan perlu melakukan adaptasi dan inovasi untuk menghadapi tantangan yang ada. Selain menurunkan harga, hotel juga perlu meningkatkan efisiensi operasional, mengembangkan produk dan layanan yang menarik, serta menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan visibilitas dan daya tarik.
Pemerintah juga diharapkan dapat memberikan dukungan kepada industri perhotelan dengan mengurangi beban regulasi dan biaya, serta memberikan insentif untuk mendorong investasi dan inovasi.