TPUA Pertanyakan Kompetensi Bareskrim dalam Kasus Ijazah Jokowi, Desak Gelar Perkara Khusus
TPUA Meragukan Keabsahan Penyelidikan Bareskrim Terkait Ijazah Jokowi
Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) melayangkan kritik terhadap proses penyelidikan yang dilakukan Bareskrim Polri terkait dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo. Menurut TPUA, Bareskrim tidak memiliki wewenang untuk menentukan keaslian ijazah, karena kewenangan tersebut ada pada pengadilan.
"Putusan pengadilan yang menentukan asli atau tidaknya. Bareskrim tidak memiliki kompetensi untuk memutuskan hal tersebut," ujar Rizal Fadillah, Wakil Ketua TPUA, usai mendatangi Bareskrim Polri, Jakarta. Rizal mempertanyakan metode penyelidikan Bareskrim yang dianggap terlalu sederhana, hanya berdasarkan pemeriksaan fisik ijazah.
TPUA menilai bahwa penyelidikan seharusnya dilakukan secara forensik dan saintifik, termasuk uji sampel tinta dan kertas pada ijazah, kemudian dibandingkan dengan ijazah yang terbukti asli. Selain itu, Rizal juga menyayangkan tidak dilibatkannya pihak pelapor maupun terlapor dalam proses penyelidikan.
Desakan Gelar Perkara Khusus dan Implikasi Hukum
TPUA menyoroti bahwa mereka tidak dimintai keterangan atau diundang dalam gelar perkara, padahal tahapan ini krusial sebelum menentukan kelanjutan aduan. Atas dasar itu, TPUA bersurat ke Pengawasan Penyidikan (Wassidik) Polri untuk meminta penyidik melakukan gelar perkara khusus terhadap aduan yang telah mereka sampaikan.
Rizal menekankan bahwa hasil penyelidikan Bareskrim yang dinilai bermasalah tidak dapat menjadi dasar bagi pemeriksaan yang tengah berlangsung di Polda. Saat ini, Jokowi melaporkan sejumlah pihak atas dugaan pencemaran nama baik terkait isu ijazah palsu ini. Beberapa nama yang dilaporkan antara lain Eggi Sudjana, Roy Suryo, dokter Tifa, Rismon Sianipar, dan Kurnia Tri Royani.
Kontra Argumen Bareskrim dan Status Penyelidikan
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menghentikan penyelidikan laporan dugaan ijazah palsu Jokowi. Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, menyatakan bahwa penghentian dilakukan setelah uji laboratorium forensik menunjukkan ijazah Jokowi identik dengan pembanding dari rekan seangkatannya di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM).
"Dari proses pengaduan dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbuatan pidana sehingga perkara ini dihentikan penyelidikannya," kata Djuhandhani. Ia menjelaskan bahwa penyidik mendapatkan dokumen asli ijazah Sarjana Kehutanan atas nama Joko Widodo, yang dikeluarkan pada 5 November 1985. Uji laboratorium juga membandingkan bahan kertas, pengaman kertas, teknik cetak, tinta tulisan tangan, cap stempel, dan tinta tanda tangan milik dekan dan rektor. Hasilnya, bukti dan pembanding dinyatakan identik atau berasal dari satu produk yang sama.