Guru Agama di Serang Dihukum Berat atas Pelecehan Seksual Terhadap Santriwati, Korban Hamil dan Aborsi
Kasus pelecehan seksual yang menggemparkan sebuah pondok pesantren di Kabupaten Serang, Banten, mencapai titik akhir dengan vonis berat terhadap pelaku. Kholid (47), pimpinan pondok pesantren tersebut, dijatuhi hukuman 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Serang atas perbuatan bejatnya terhadap tiga santriwatinya.
Sidang yang dipimpin oleh hakim Galih Dewi Inanti Akhmad, menyatakan bahwa Kholid terbukti bersalah melanggar Pasal 81 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Putusan ini lebih berat daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejari Serang, Selamet, yang sebelumnya menuntut hukuman 19 tahun penjara. Salah satu fakta yang memberatkan adalah salah satu korban sampai mengandung akibat perbuatan bejat pelaku.
Majelis hakim tidak memberikan pertimbangan keringanan hukuman sedikitpun bagi Kholid. Statusnya sebagai seorang ustadz dan pemimpin pondok pesantren, yang seharusnya menjadi panutan dan pelindung bagi para santri, justru menjadi faktor pemberat. Hakim Galih Dewi Inanti Akhmad menyampaikan bahwa perbuatan terdakwa sangat bertolak belakang dengan posisinya sebagai pendidik yang seharusnya memberikan teladan baik bagi anak didiknya.
Selain itu, majelis hakim juga menilai bahwa tindakan Kholid telah merusak masa depan para korban. Imbasnya korban menjadi trauma. Para korban mengalami trauma mendalam dan kesulitan untuk kembali ke kehidupan normal. Beberapa di antara mereka bahkan harus mendapatkan pendampingan psikologis untuk mengatasi dampak buruk dari kejadian tersebut.
Kasus ini mencuat ke publik setelah warga Gembor Udik, Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang, melakukan aksi protes hingga berujung perusakan pondok pesantren milik Kholid. Aksi ini merupakan bentuk kemarahan dan kekecewaan warga atas perbuatan Kholid yang mencoreng nama baik lembaga pendidikan agama.
Kholid sempat berusaha melarikan diri dan bersembunyi di plafon rumah sebelum akhirnya ditangkap oleh anggota Polres Serang yang dipimpin AKBP Condro Sasongko pada 1 Januari 2024. Penangkapan ini menjadi bukti keseriusan aparat kepolisian dalam menangani kasus kejahatan seksual, khususnya yang melibatkan anak di bawah umur.
Berdasarkan hasil penyelidikan, Kholid diduga telah melakukan pencabulan terhadap tiga santriwatinya secara berulang sejak tahun 2021 hingga 2023. Salah satu korban bahkan sempat hamil dan melakukan aborsi untuk menutupi aib tersebut dari orang tuanya. Tindakan aborsi ini semakin memperburuk keadaan dan menambah daftar panjang pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Kholid.
Atas putusan vonis 20 tahun penjara ini, Kholid melalui kuasa hukumnya menyatakan masih mempertimbangkan untuk mengajukan upaya hukum lanjutan. Namun, apapun keputusan akhirnya, kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama bagi para pendidik dan tokoh agama, untuk senantiasa menjaga amanah dan kepercayaan yang telah diberikan.
Kasus ini juga menjadi pengingat bagi masyarakat untuk lebih peduli dan waspada terhadap potensi terjadinya kekerasan seksual di lingkungan sekitar, khususnya di lembaga-lembaga pendidikan. Perlindungan terhadap anak harus menjadi prioritas utama agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan aman dan sehat.
Berikut poin penting kasus ini:
- Kholid divonis 20 tahun penjara atas kasus pelecehan seksual terhadap santriwati.
- Salah satu korban hamil dan melakukan aborsi.
- Warga melakukan protes dan perusakan pondok pesantren.
- Kholid sempat melarikan diri sebelum akhirnya ditangkap polisi.
- Kasus ini menjadi perhatian publik dan pengingat akan pentingnya perlindungan anak.