Jakarta Pertahankan Opini WTP dari BPK untuk Kedelapan Kalinya: Tantangan Pengelolaan Keuangan Daerah Tetap Jadi Sorotan

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2024. Capaian ini menandai keberhasilan kedelapan kalinya secara berturut-turut sejak tahun 2017, sebuah indikator konsistensi dalam pengelolaan keuangan daerah.

Anggota V BPK RI, Bobby Adhityo Rizaldi, menyampaikan langsung hasil audit tersebut dalam Rapat Paripurna di DPRD Jakarta, Jakarta Pusat, pada Senin (26/5/2025). Menurutnya, opini WTP ini diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan mendalam terhadap laporan keuangan Pemprov DKI selama tahun 2024. "Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah berhasil mempertahankan opini WTP untuk yang kedelapan kalinya. Ini adalah bukti nyata komitmen dalam menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah," ujar Bobby dalam pidatonya.

Kendati demikian, Bobby menekankan bahwa BPK menemukan beberapa poin penting yang memerlukan perhatian lebih lanjut dalam pengelolaan keuangan daerah. Poin-poin tersebut mencakup:

  • Pendapatan Daerah: BPK menyoroti potensi pendapatan daerah yang belum sepenuhnya terealisasi, terutama dalam hal pemungutan dan penghitungan pajak serta retribusi. BPK menilai masih terdapat celah yang perlu dioptimalkan untuk meningkatkan pendapatan daerah.
  • Belanja Daerah: Pengelolaan belanja daerah dinilai belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. BPK menemukan beberapa masalah dalam pelaksanaan pekerjaan belanja barang dan jasa, serta belanja modal yang belum sepenuhnya selaras dengan kontrak yang telah disepakati. Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran.
  • Optimalisasi Belanja: BPK menilai pengelolaan belanja daerah belum sepenuhnya optimal dan sesuai dengan perencanaan. Hal ini tercermin dari pelaksanaan pekerjaan belanja barang dan jasa serta belanja modal yang belum sepenuhnya sesuai dengan kontrak. Perlu ada evaluasi mendalam terhadap proses perencanaan dan pelaksanaan anggaran untuk memastikan penggunaan dana yang lebih efektif.
  • Penatausahaan Aset: Penatausahaan aset tetap, serta aset fasilitas sosial dan umum, juga menjadi sorotan BPK. BPK menilai pengelolaan aset belum optimal, termasuk kerja sama pemanfaatan aset milik daerah. Hal ini berpotensi mengurangi nilai aset daerah dan menghilangkan potensi pendapatan dari pemanfaatan aset.

Menanggapi temuan tersebut, BPK memberikan sejumlah rekomendasi kepada Gubernur Jakarta untuk segera ditindaklanjuti. Rekomendasi tersebut meliputi:

  • Gubernur Jakarta perlu menginstruksikan jajarannya untuk mengidentifikasi, memetakan, dan merumuskan kebijakan pengendalian potensi pajak dan retribusi daerah. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan pendapatan daerah dan mengurangi potensi kebocoran.
  • Penerimaan hibah uang dan barang pada satuan pendidikan harus ditatausahakan melalui mekanisme APBD. Hal ini bertujuan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana hibah.
  • Kelebihan pembayaran dan denda keterlambatan harus diproses sesuai ketentuan yang berlaku dan disetorkan ke kas daerah. Hal ini penting untuk memulihkan kerugian daerah dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan.
  • Aset yang berada dalam penguasaan harus ditatausahakan secara tertib, dan pencatatan aset tetap tanah serta fasos-fasum harus dimutakhirkan. Selain itu, kontribusi pemanfaatan barang milik daerah harus ditagih sesuai dengan perjanjian kerja sama. Langkah-langkah ini bertujuan untuk mengamankan aset daerah dan mengoptimalkan potensi pendapatan.

Dengan rekomendasi ini, BPK berharap Pemprov DKI Jakarta dapat terus meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah dan mempertahankan opini WTP di masa mendatang. Fokus pada perbaikan sistem pengelolaan keuangan dan tindak lanjut atas rekomendasi BPK menjadi kunci untuk mencapai tujuan tersebut.