Pemerintah Inisiasi Penulisan Ulang Sejarah Nasional: Perspektif Indonesia Jadi Fokus Utama

Pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan tengah menginisiasi penulisan ulang Sejarah Nasional Indonesia (SNI). Langkah ini diambil dengan tujuan untuk memperbarui catatan sejarah bangsa yang dinilai belum mencakup seluruh periode kepemimpinan presiden-presiden Republik Indonesia.

Menurut Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, buku SNI terakhir kali diterbitkan dan belum mengalami revisi yang signifikan. Akibatnya, periode pemerintahan setelah era Presiden BJ Habibie, termasuk masa jabatan Presiden Megawati Soekarnoputri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Presiden Joko Widodo, belum terakomodasi secara komprehensif dalam catatan sejarah resmi.

"Belum ada pemutakhiran. Jadi tidak ada eranya Ibu Megawati, eranya Pak SBY, eranya Pak Jokowi," ungkap Fadli Zon dalam Rapat Komisi X DPR, Jakarta, Senin (26/5/2025). Fadli menambahkan, bahkan era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pun belum tercatat dalam edisi SNI yang ada.

Selain itu, SNI yang ada saat ini juga belum mencatat peristiwa penting seperti pemilihan umum setelah tahun 1997. Pemilu 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019 belum dimasukkan ke dalam buku tersebut.

Faktor lain yang mendasari penulisan ulang ini adalah keinginan pemerintah untuk menyajikan sejarah dari sudut pandang Indonesia atau Indonesia-sentris. Buku-buku sejarah yang beredar saat ini dinilai masih banyak dipengaruhi oleh perspektif kolonial Belanda.

"Bahwa yang ingin kita buat ini adalah sejarah versi Indonesia, jadi Indonesia sentris, perspektif Indonesia. Dalam perspektif Indonesia ini, saya kira aktor-aktornya juga sangat berbeda tentu saja. Inilah yang ingin ditulis," jelas Fadli. Pemerintah berharap, penulisan ulang sejarah ini akan menghasilkan narasi yang lebih representatif, inklusif, dan sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.