Sengketa Lahan Parkir Berujung Bentrokan: Ormas Pemuda Pancasila Diduga Kuasai Parkiran RSU Tangerang Selatan Selama Bertahun-tahun

Kasus bentrokan yang melibatkan anggota organisasi masyarakat (ormas) Pemuda Pancasila (PP) dengan pekerja dari PT Bangsawan Cyberindo Indonesia (BCI) di Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Tangerang Selatan memasuki babak baru. Konflik ini bermula dari sengketa pengelolaan lahan parkir yang telah berlangsung sejak lama.

Menurut keterangan pihak kepolisian, ormas PP diduga telah menguasai lahan parkir di RSU Kota Tangerang Selatan sejak tahun 2017. Selama periode tersebut, mereka secara ilegal menarik biaya parkir dari pengunjung rumah sakit, dengan tarif yang ditetapkan sebesar Rp 3.000 untuk sepeda motor dan Rp 5.000 untuk mobil. Praktik ini terus berlangsung hingga Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan menunjuk PT BCI sebagai pengelola parkir yang sah melalui proses tender pada tahun 2022.

Penunjukan PT BCI sebagai pengelola parkir yang sah seharusnya mengakhiri dominasi ormas PP di lahan tersebut. Namun, upaya PT BCI untuk mengambil alih pengelolaan parkir tidak berjalan mulus. Pada tahun 2023, perusahaan berencana memasang sistem parkir otomatis di area RSU. Sebagai langkah awal, pihak rumah sakit mengirimkan surat pemberitahuan kepada Ketua Majelis Pimpinan Cabang (MPC) PP Kota Tangerang Selatan, yang saat ini berstatus buron dengan inisial MR, untuk menghentikan aktivitas pengelolaan parkir ilegal. Sayangnya, surat tersebut tidak diindahkan. Perwakilan PT BCI bahkan melakukan pertemuan langsung dengan MR, namun tetap tidak membuahkan hasil. MR secara tegas menolak untuk meninggalkan lahan parkir tersebut.

Situasi semakin memanas ketika PT BCI menunjuk tim kerja untuk melakukan pemasangan gate parkir otomatis. Anggota ormas PP melakukan intimidasi terhadap para pekerja, bahkan mengancam dengan kekerasan. Akibatnya, para pekerja merasa terancam dan menghentikan pekerjaan mereka. Intimidasi berlanjut keesokan harinya saat tim kerja PT BCI kembali mencoba memasang instalasi listrik untuk gate parkir otomatis. Aksi penganiayaan berupa tendangan pun dialami oleh para pekerja, membuat mereka semakin ketakutan dan meninggalkan lokasi.

Merasa terdesak, PT BCI melalui kuasa hukumnya mengirimkan surat kepada Wali Kota Tangerang Selatan untuk meminta kejelasan mengenai pengelolaan lahan parkir. Sebagai tindak lanjut, mediasi antara PT BCI dan pengurus PP Kota Tangerang Selatan difasilitasi oleh Satpol PP Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Namun, mediasi tersebut juga menemui jalan buntu karena MR tetap bersikeras untuk mempertahankan lahan parkir.

Konflik mencapai puncaknya ketika PT BCI kembali berupaya memasang gate parkir otomatis di pintu keluar RSU Tangerang Selatan. Anggota PP datang dan melarang para pekerja untuk menurunkan peralatan dari mobil. Meskipun demikian, tim kerja PT BCI tetap melanjutkan pekerjaan. Saat proses pemasangan berlangsung, puluhan anggota PP berdatangan ke RSU Tangerang Selatan dan melakukan intimidasi, dorongan, ancaman, dan tindak kekerasan terhadap para pekerja. Bahkan, palang gate parkir otomatis yang sudah terpasang dirobohkan, mengenai salah satu pekerja PT BCI dan menyebabkan luka.

Atas informasi dari masyarakat, pihak kepolisian dari Polda Metro Jaya dan Polres Tangerang Selatan turun tangan dan mengamankan 30 anggota PP. Ketua PP Tangerang Selatan ditetapkan sebagai tersangka dan saat ini masih dalam pengejaran. Pihak kepolisian memperkirakan bahwa ormas PP dapat meraup keuntungan lebih dari Rp 2,7 juta per hari atau lebih dari Rp 1 miliar per tahun dari pengelolaan parkir ilegal di RSU Kota Tangerang Selatan. Total keuntungan yang diperoleh sejak tahun 2017 diperkirakan mencapai lebih dari Rp 7 miliar. Dana tersebut diduga digunakan untuk berbagai keperluan organisasi, termasuk akomodasi kantor, iuran organisasi, dan jatah untuk ketua PP. Padahal, menurut informasi dari Inspektorat Pemerintah Kota Tangerang Selatan, seharusnya pemerintah daerah menerima pemasukan kas sebesar Rp5 miliar dari pengelolaan parkir di RSU Kota Tangerang Selatan.