Menteri Investasi Soroti Dugaan Manipulasi Lifting Minyak, Impor BBM Jadi Tanda Tanya
Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, baru-baru ini menyampaikan kecurigaannya terkait praktik impor Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia. Bahlil menduga adanya pihak-pihak tertentu yang sengaja memainkan peran agar Indonesia terus bergantung pada impor BBM.
Kecurigaan ini didasari oleh penurunan produksi minyak mentah (lifting) nasional dari tahun ke tahun. Bahlil membandingkan situasi saat era Orde Baru, di mana lifting minyak Indonesia mencapai 1,5 juta hingga 1,6 juta barel per hari, sementara konsumsi domestik hanya sekitar 500.000 barel per hari. Artinya, Indonesia saat itu merupakan eksportir minyak yang signifikan, dengan kontribusi sektor migas mencapai 40-45% dari pendapatan negara.
Namun, pasca-krisis moneter 1998, produksi minyak mentah Indonesia terus menurun drastis, hingga akhirnya menjadi negara pengimpor. Bahlil mempertanyakan apakah penurunan lifting ini disebabkan oleh menipisnya sumber daya alam, atau justru ada faktor kesengajaan untuk memicu impor BBM.
"Menurut saya, ini ada unsur kesengajaan, by design," tegas Bahlil, mengindikasikan adanya skenario yang dirancang untuk membuat Indonesia bergantung pada impor BBM.
Bahlil mengungkapkan bahwa terdapat sekitar 40.000 sumur minyak di Indonesia, namun hanya sekitar 20.000 yang masih produktif. Hal ini semakin memperkuat dugaannya tentang adanya upaya sistematis untuk menekan produksi dalam negeri.
Salah satu alasan yang sering diajukan terkait tingginya impor BBM adalah kondisi kilang-kilang minyak di Indonesia yang sudah tua dan kurangnya investasi dalam pembangunan kilang baru. Akibatnya, hanya sebagian kecil minyak mentah domestik yang dapat diolah di kilang Pertamina. Bahkan, kilang-kilang tersebut hanya mampu mengolah sekitar 3% jenis minyak mentah yang ada di dunia, sehingga sisanya harus diimpor dari kilang di negara lain, seperti Singapura.
Singapura, meskipun tidak memiliki ladang minyak sendiri, menjadi salah satu pusat pengolahan minyak terbesar di dunia berkat investasi besar-besaran dalam infrastruktur kilang. Kapasitas kilang minyak di Singapura mencapai 1,4 juta barel per hari, memungkinkan negara tersebut mengolah minyak mentah yang diimpor dari berbagai negara.
Perbandingan dengan Indonesia cukup mencolok. Dengan populasi sekitar 260 juta jiwa dan konsumsi BBM 1,4 juta barel per hari, kapasitas pengolahan minyak di kilang Pertamina hanya sekitar 1,1 juta barel per hari. Hal ini menyebabkan Indonesia sangat bergantung pada impor minyak, yang pada gilirannya membebani neraca perdagangan negara.
Singapura juga tercatat sebagai salah satu pengekspor minyak terbesar di dunia, dengan sebagian besar ekspornya ditujukan ke Indonesia, Malaysia, dan China.
Berikut adalah poin penting yang mendasari pernyataan Bahlil Lahadalia:
- Penurunan lifting minyak mentah Indonesia secara signifikan.
- Keterbatasan kapasitas pengolahan minyak di kilang Pertamina.
- Ketergantungan Indonesia pada impor BBM.
- Peran Singapura sebagai pusat pengolahan dan pengekspor minyak.