Kasus Penahanan Ijazah di Surabaya Memicu Kebijakan Nasional, Wakil Wali Kota Surabaya Dorong Pengungkapan Pelanggaran

Pemerintah Kota Surabaya mengapresiasi dampak dari kasus penahanan ijazah yang dilakukan oleh pemilik CV Sentoso Seal, Jan Hwa Diana. Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, menyatakan bahwa kasus ini telah memicu lahirnya kebijakan nasional yang melarang perusahaan untuk menahan ijazah karyawan.

"Iya, seng nggak beres-beres diviralno ae (iya, yang enggak beres-beres diviralkan saja)," ujar Armuji, menekankan pentingnya pengungkapan publik terhadap praktik-praktik yang merugikan pekerja. Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas terungkapnya kasus Diana, yang kemudian berujung pada intervensi pemerintah pusat.

Armuji menjelaskan bahwa kasus Diana telah menjadi pemicu perubahan signifikan dalam regulasi ketenagakerjaan. Pemerintah, melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), mengeluarkan Surat Edaran Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 yang secara tegas melarang penahanan ijazah dan dokumen pribadi karyawan oleh perusahaan. Kebijakan ini merupakan langkah maju dalam melindungi hak-hak pekerja.

Lebih lanjut, Armuji mengungkapkan bahwa sejak awal ia mencurigai adanya ketidakberesan dalam kasus Diana, terutama karena inkonsistensi dalam pernyataannya. Ia juga memberikan apresiasi kepada Polda Jatim atas keberhasilan mereka dalam menemukan 108 ijazah yang ditahan oleh Diana.

"Ya, itu kan sebenarnya sudah menjadi kewenangan kepolisian, dalam hal ini Polda yang menemukan 108 ijazah di rumahnya dan di gudangnya," kata Armuji, mengakui peran penting kepolisian dalam mengungkap kasus ini.

Sebelumnya, Jan Hwa Diana, melalui kuasa hukumnya, Elok Dwi Katja, telah menyampaikan permohonan maaf kepada para mantan karyawannya atas tindakan yang mungkin telah menyakiti mereka. Permohonan maaf ini disampaikan setelah Diana ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penggelapan ijazah.

Elok juga menegaskan bahwa kliennya telah menyadari kesalahannya dan menyesal atas perbuatannya. Sebagai bentuk tanggung jawab, Diana telah menyerahkan semua ijazah yang ditahan kepada pihak kepolisian.

Dari hasil penyidikan, sebanyak 108 lembar ijazah yang sempat disebut hilang kini telah diamankan dan dijadikan barang bukti. Penyidik Polda Jatim menetapkan Jan Hwa Diana sebagai tersangka dugaan penggelapan ijazah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP dengan ancaman pidana penjara hingga 4 tahun.

Kasus ini tidak hanya berhenti pada penggelapan ijazah. Diana bersama suaminya, Handy Sunaryo, juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perusakan mobil milik kontraktor Paul Stephanus di Surabaya. Keduanya dijerat dengan Pasal 170 KUHP dan/atau Pasal 406 KUHP juncto Pasal 55 KUHP, dan telah menjalani penahanan.

Saat ini, Diana telah mengenakan baju tahanan dan menjalani proses hukum atas dua kasus yang menjeratnya. Kasus ini menjadi pengingat bagi perusahaan lain untuk tidak melakukan praktik penahanan ijazah karyawan, serta pentingnya penegakan hukum terhadap pelanggaran hak-hak pekerja.

Rangkuman Poin-Poin Penting:

  • Kasus penahanan ijazah oleh Jan Hwa Diana memicu kebijakan nasional.
  • Pemerintah melarang perusahaan menahan ijazah karyawan.
  • Armuji mengapresiasi kinerja Polda Jatim dalam menemukan barang bukti.
  • Diana dan suaminya juga terlibat kasus perusakan mobil.