Mantan Kaprodi Anestesi Undip Didakwa Atas Pemaksaan Iuran Puluhan Juta Rupiah Kepada Mahasiswa
Sidang perdana kasus dugaan bullying yang berujung pada meninggalnya seorang mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), dr. Aulia Risma, mengungkap fakta baru. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa mantan Kepala Program Studi (Kaprodi) PPDS Anestesi Undip, dr. Taufik Eko Nugroho, atas dugaan pemaksaan iuran sebesar Rp 80 juta kepada mahasiswa.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, JPU Sandhy menyatakan bahwa dr. Taufik Eko Nugroho secara konsisten mewajibkan seluruh residen atau mahasiswa PPDS semester 2 ke atas untuk membayar iuran Biaya Operasional Pendidikan (BOP). Iuran ini mencapai angka kurang lebih Rp 80 juta per orang. Biaya tersebut, menurut terdakwa, diperuntukkan bagi berbagai keperluan akademik mahasiswa, meliputi:
- Ujian CBT (Computer Based Test)
- Ujian OSS (Objective Structured Skill Examination)
- Penyusunan proposal tesis
- Konferensi nasional
- CPD (Continuing Professional Development)
- Journal reading
- Publikasi ilmiah
- Kegiatan lain yang mendukung persiapan akademik
JPU mengungkapkan bahwa mahasiswa PPDS lintas angkatan, sejak tahun 2018 hingga 2023, sebenarnya merasa keberatan dan tertekan dengan kewajiban iuran tersebut. Mereka merasa khawatir karena tidak memiliki kekuatan untuk menolak. Dr. Taufik Eko Nugroho, dalam posisinya sebagai Kepala Program Studi (KPS), diduga menciptakan persepsi bahwa keikutsertaan dalam ujian dan kelancaran proses pendidikan sangat bergantung pada kepatuhan mahasiswa dalam membayar iuran BOP.
Terdakwa lain dalam kasus ini adalah Sri Maryani. Sidang ini menjadi sorotan publik karena mengungkap dugaan praktik yang merugikan mahasiswa dan mencoreng nama baik institusi pendidikan terkemuka seperti Universitas Diponegoro.