Pernikahan Dini di Lombok Picu Kekhawatiran: Tinjauan Psikologis Dampak Buruk Usia Muda dalam Perkawinan

Kontroversi Pernikahan Anak di Lombok: Analisis Psikologis dan Dampak Jangka Panjang

Kasus pernikahan anak di bawah umur kembali mencuat, kali ini terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Peristiwa ini menjadi sorotan publik setelah video pernikahan antara YL (15) dan RN (16) viral di media sosial. Pernikahan ini, yang diawali dengan tradisi merariq atau kawin lari khas Suku Sasak, kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan Nyongkolan yang meriah, mengundang berbagai reaksi dari masyarakat.

Kepala Desa Beraim, Lalu Januarsa Atmaja, mengungkapkan bahwa pernikahan tersebut sempat diintervensi oleh kepala dusun setempat karena usia kedua mempelai yang belum mencukupi. Namun, upaya tersebut tidak menghentikan prosesi pernikahan yang kemudian dilanjutkan dengan tradisi adat.

Fenomena pernikahan dini ini menimbulkan kekhawatiran mendalam terkait dengan kesiapan mental dan emosional anak-anak yang dipaksa memasuki jenjang pernikahan. Psikolog anak, Gloria Siagian M, memberikan pandangannya mengenai risiko-risiko yang mungkin timbul akibat pernikahan di usia yang terlalu muda.

Tiga Risiko Pernikahan Dini Menurut Psikolog

Menurut Gloria Siagian M, pernikahan di usia anak-anak dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, antara lain:

  • Ketidaksiapan Emosional: Anak-anak yang menikah di bawah umur umumnya belum memiliki kematangan emosional yang cukup untuk menghadapi kompleksitas kehidupan berumah tangga. Mereka masih cenderung fokus pada diri sendiri dan belum mampu memahami kebutuhan serta perspektif pasangan. Identitas diri yang belum terbentuk sempurna membuat mereka rentan terhadap perubahan suasana hati dan kesulitan dalam mengelola konflik.
  • Kesulitan dalam Pengambilan Keputusan: Proses berpikir anak-anak masih dalam tahap perkembangan. Mereka cenderung mengambil keputusan berdasarkan emosi sesaat tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang. Hal ini dapat menjadi masalah serius dalam pernikahan, di mana banyak keputusan penting harus diambil secara rasional dan bijaksana.
  • Keterbatasan Tanggung Jawab: Memikul tanggung jawab sebagai suami atau istri membutuhkan kedewasaan dan kemampuan untuk mengelola berbagai aspek kehidupan, termasuk keuangan, rumah tangga, dan hubungan sosial. Anak-anak yang menikah dini seringkali belum siap untuk memikul beban tanggung jawab ini, yang dapat menyebabkan stres, frustrasi, dan ketidakharmonisan dalam rumah tangga.

Kasus pernikahan anak di Lombok ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya melindungi hak-hak anak dan mencegah praktik pernikahan dini. Perlu adanya kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga untuk memberikan edukasi tentang bahaya pernikahan dini dan memastikan bahwa anak-anak memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.