Fenomena Pernikahan Dini di Lombok: Analisis Usia Ideal dan Dampak Psikologis
Pernikahan Dini Gegerkan Masyarakat Lombok
Baru-baru ini, sebuah video pernikahan di bawah umur yang terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), viral di media sosial dan menuai kecaman dari berbagai pihak. Pasangan YL (15) dan RN (16), yang keduanya putus sekolah, melangsungkan pernikahan adat tanpa pencatatan resmi. Peristiwa ini memicu perdebatan sengit mengenai batasan usia ideal untuk menikah dan dampak psikologis yang mungkin timbul.
Syarifudin, Kepala Dusun Perak Daye I, mengungkapkan bahwa dirinya telah berupaya mencegah pernikahan tersebut. Namun, desakan adat dan keinginan kedua belah pihak membuat keluarga bersikeras untuk melanjutkannya. Menurut penuturannya, jika anak perempuan dibawa lari selama beberapa malam, adat setempat menuntut pernikahan segera dilaksanakan. Jika tidak, keluarga akan menanggung malu.
Usia Ideal Menikah Menurut Perspektif Psikologis
Psikolog anak, Gloria Siagian M, menjelaskan bahwa usia ideal untuk menikah seharusnya didasarkan pada tingkat kedewasaan seseorang dalam menghadapi kehidupan berumah tangga. Ia menekankan bahwa kematangan emosional dan psikologis menjadi faktor penentu keberhasilan sebuah pernikahan.
Secara neurologis, perkembangan otak manusia mencapai puncaknya setelah usia 25 tahun. Pada usia ini, bagian otak yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan rasional dan kontrol emosi telah berkembang secara optimal. Hal ini memungkinkan individu untuk membuat keputusan yang lebih bijaksana dan menghadapi tantangan hidup dengan lebih matang.
Namun, Gloria Siagian M juga mengakui bahwa kedewasaan tidak hanya ditentukan oleh usia. Pengalaman hidup juga memainkan peran penting dalam membentuk karakter dan mempersiapkan seseorang untuk memasuki jenjang pernikahan. Seseorang yang telah menghadapi berbagai tantangan dan berhasil melewatinya mungkin lebih siap untuk menghadapi kompleksitas kehidupan berumah tangga, meskipun usianya belum mencapai 25 tahun.
Kendati demikian, Gloria Siagian M tetap tidak menyetujui pernikahan di bawah umur. Ia berpendapat bahwa usia minimal yang relatif ideal untuk menikah adalah di atas 20 tahun, ketika seseorang telah memasuki fase dewasa muda. Pada usia ini, individu umumnya telah memiliki pemahaman yang lebih baik tentang tanggung jawab, memiliki pengalaman hidup yang cukup, dan mampu membuat keputusan besar dengan lebih bijak.
Dampak Pernikahan Dini
Pernikahan dini dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, baik bagi individu maupun masyarakat. Dari segi kesehatan, perempuan yang menikah di usia muda lebih berisiko mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan. Selain itu, pernikahan dini juga dapat menghambat pendidikan dan perkembangan karir seseorang, serta meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian.
Selain itu, pernikahan dini juga dapat berdampak buruk pada perkembangan psikologis anak. Anak-anak yang dipaksa menikah di usia muda seringkali mengalami trauma emosional, depresi, dan gangguan mental lainnya.
Perlunya Edukasi dan Kesadaran
Kasus pernikahan dini di Lombok ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya edukasi dan kesadaran mengenai usia ideal untuk menikah dan dampak negatif pernikahan dini. Pemerintah, tokoh masyarakat, dan lembaga terkait perlu bekerja sama untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan, kematangan emosional, dan perencanaan masa depan sebelum memutuskan untuk menikah.