Konsumen Tuntut Ganti Rugi Akibat Gigi Patah Saat Menyantap Keripik Babi
Seorang konsumen melayangkan tuntutan ganti rugi kepada sebuah perusahaan makanan ringan setelah mengalami insiden patah gigi akibat mengonsumsi keripik babi produksi perusahaan tersebut. Insiden ini memicu perdebatan hukum mengenai standar kualitas makanan dan tanggung jawab produsen terhadap konsumen.
Kejadian bermula saat pria tersebut, yang identitasnya dirahasiakan, menikmati pesta ulang tahun. Ia mengonsumsi keripik babi yang kemudian menyebabkan gigi geraham bawah kirinya patah. Akibat kejadian ini, ia harus mengeluarkan biaya sebesar $2000 atau sekitar Rp 32 juta untuk perawatan gigi. Merasa dirugikan, pria tersebut menuntut ganti rugi kepada perusahaan produsen keripik babi.
Tuntutan tersebut ditolak oleh pihak perusahaan dengan alasan kurangnya bukti yang menunjukkan bahwa produk mereka menjadi penyebab langsung kerusakan gigi konsumen. Sengketa ini kemudian berlanjut ke pengadilan.
Di pengadilan, fokus utama adalah menentukan apakah keripik babi tersebut memenuhi standar kualitas yang dapat diterima. Pihak penggugat berpendapat bahwa keripik tersebut tidak layak konsumsi karena teksturnya terlalu keras. Sementara itu, pihak tergugat menyatakan bahwa tidak ada bukti adanya benda asing dalam keripik yang dapat menyebabkan patah gigi. Mereka juga menduga bahwa gigi pria tersebut mungkin sudah dalam kondisi lemah sebelum mengonsumsi keripik.
Manajer teknis perusahaan bahkan menyatakan bahwa keripik babi memang memiliki tekstur renyah dan mungkin keras, tetapi hal ini tidak serta merta menjadi penyebab kerusakan gigi. Pihak perusahaan juga telah meminta informasi lebih lanjut mengenai benda keras yang disebut-sebut ditemukan dalam keripik, namun belum menerima tanggapan dari penggugat.
Hakim Carolyn Murphy, yang menangani kasus ini, menyatakan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan adanya benda asing dalam keripik babi tersebut. Ia juga menjelaskan bahwa istilah 'crackling' atau kertak, yang sering digunakan untuk menggambarkan tekstur makanan, identik dengan renyah atau garing. Ia mencontohkan buah apel yang sering digambarkan memiliki tekstur renyah dan garing.
Namun, Hakim Murphy mengakui bahwa makanan dengan tekstur renyah dan garing berpotensi menyebabkan kerusakan gigi. Meskipun demikian, ia menolak klaim penggugat bahwa keripik babi tersebut tidak layak dikonsumsi. Ia berpendapat bahwa jika tekstur renyah dan garing menjadi alasan utama, maka banyak makanan lain seperti permen dan buah-buahan juga dapat dianggap tidak layak konsumsi.
"Karena alasan-alasan ini, saya berpendapat bahwa tuduhan keripik babi, yang mungkin mengandung bagian-bagian keras, tidak sesuai dengan tujuannya. Tidak terbukti, dan saya harus menolak klaim tersebut," ujarnya.
Setelah putusan pengadilan, pria tersebut mengajukan klaim kepada ACC (Association of Corporate Counsel). Namun, klaimnya ditolak karena definisi cedera pribadi mengecualikan cedera yang disebabkan oleh penggunaan gigi alami, seperti mengunyah atau menggigit.