Pemerintah Hindari Penggunaan Istilah 'Orde Lama' dalam Penyusunan Ulang Sejarah Nasional
Pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis dalam penyusunan ulang sejarah nasional dengan menghindari penggunaan istilah "Orde Lama." Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menjelaskan bahwa keputusan ini didasari oleh fakta bahwa rezim sebelum Orde Baru tidak pernah secara resmi menyebut diri mereka sebagai "Orde Lama."
Fadli Zon menyampaikan pernyataan ini usai rapat di Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/5/2025). Menurutnya, perubahan ini bertujuan untuk menyajikan perspektif yang lebih netral dan inklusif dalam penulisan sejarah, serta menghindari konotasi negatif yang mungkin timbul akibat penggunaan istilah tersebut.
"Yang menyebut Orde Lama itu siapa? Orde Baru ya kan?" Ujar Fadli Zon.
Dalam rapat tersebut, Fadli Zon juga memaparkan enam alasan utama yang mendasari perlunya penulisan ulang sejarah Indonesia, yaitu:
- Menghapus bias kolonial dan menegaskan perspektif Indonesia-sentris.
- Menjawab tantangan terbaru dalam memahami sejarah bangsa.
- Membentuk identitas nasional yang kuat.
- Menegaskan otonomi sejarah.
- Memastikan relevansi sejarah bagi generasi muda.
- Reinventing identitas Indonesia.
Lebih lanjut, Fadli Zon mengungkapkan bahwa buku penulisan sejarah ini akan terdiri dari 11 jilid, meliputi periode waktu dan tema-tema penting dalam perjalanan sejarah bangsa. Judul-judul jilid tersebut adalah sebagai berikut:
- Sejarah Awal Nusantara
- Nusantara dalam Jaringan Global: India dan Cina
- Nusantara dalam Jaringan Global: Timur Tengah
- Interaksi dengan Barat: Kompetisi dan Aliansi
- Respons Terhadap Penjajahan
- Pergerakan Kebangsaan
- Perang Kemerdekaan Indonesia
- Masa Bergejolak dan Ancaman Integrasi
- Orde Baru (1967-1998)
- Era Reformasi (1999-2024)
- Indeks
Penyusunan ulang sejarah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif dan objektif mengenai masa lalu Indonesia, serta memperkuat identitas nasional di tengah tantangan globalisasi.