Limbah Daun Nanas Berpotensi Jadi Sumber Cuan Baru Bagi Industri Serat Indonesia

Indonesia, sebagai salah satu produsen nanas terbesar di dunia dengan produksi mencapai 3,15 juta ton pada tahun 2024, memiliki potensi tersembunyi di balik buahnya yang segar. Potensi tersebut terletak pada limbah daun nanas yang selama ini terabaikan. Daun nanas, yang seringkali dibuang begitu saja, ternyata menyimpan serat berharga yang kini dilirik oleh industri fesyen dan non-tekstil.

Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), Andi Rizaldi, melihat peluang besar dalam pemanfaatan limbah daun nanas. Ia mendorong pengembangan pengolahan leaf fiber atau serat daun nanas sebagai komoditas bernilai tinggi. Serat daun nanas memiliki karakteristik unik, yaitu teksturnya yang lembut, ringan, dan tampilan mengilap menyerupai sutra. Selain itu, serat ini juga dikenal kuat dan tahan lama, sehingga ideal untuk berbagai aplikasi, mulai dari pakaian dan aksesoris hingga tekstil interior dan komponen otomotif.

Andi Rizaldi menekankan bahwa pemanfaatan limbah daun nanas memberikan dampak positif pada tiga aspek penting: lingkungan, ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja hijau (green jobs). Pemanfaatan serat daun nanas sebagai bahan baku alternatif yang ramah lingkungan dan mudah terurai dapat mengurangi polusi akibat pembakaran limbah pertanian. Selain itu, hal ini juga membuka peluang ekonomi baru bagi para petani nanas. Alih-alih membakar daun sisa panen, petani dapat mengolahnya menjadi produk turunan yang memiliki nilai jual tinggi.

Pengembangan green jobs di wilayah-wilayah penghasil nanas juga menjadi perhatian utama. Potensi ini dinilai strategis untuk memperkuat daya saing industri serat alam Indonesia. Optimisme terhadap serat daun nanas didukung oleh tren pasar global yang menunjukkan peningkatan permintaan terhadap produk-produk berkelanjutan. Laporan dari Dataintelo memproyeksikan bahwa pasar kain serat daun untuk pakaian akan tumbuh dari 1,2 miliar dolar AS pada tahun 2023 menjadi 2,8 miliar dolar AS pada tahun 2032.

"Ini juga bisa menjadi salah satu strategi peningkatan daya saing industri, yakni dengan membentuk value chain, di mana keunggulan produk dibuat berdasarkan permintaan konsumen," kata Andi.

Namun, Andi mengakui bahwa masih ada tantangan yang perlu diatasi. Variasi permintaan pasar menuntut pengembangan teknologi pengolahan yang adaptif serta sinergi lintas sektor, termasuk dukungan dari pemerintah daerah. Langkah konkret telah dimulai melalui kerja sama antara BBSPJI Tekstil Bandung dan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Provinsi Kalimantan Timur. Kepala BBSPJI Tekstil, Cahyadi, menjelaskan bahwa program ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan hilirisasi industri serat nanas.

Sebagai kegiatan awal, sebanyak 14 orang petani nanas dari Kalimantan Timur mengikuti bimbingan teknis pengolahan serat nanas di fasilitas Testbed Pengolahan Serat Alam BBSPJI Tekstil Bandung. Cahyadi menekankan pentingnya pembinaan industri yang berkelanjutan, termasuk penguatan kemampuan pelaku industri dalam membangun rantai nilai serat nanas. Selain itu, pelaku industri juga perlu memahami prediksi permintaan pasar, standar mutu komoditi serat alam, serta memiliki semangat untuk terus mengembangkan produk yang memiliki keunggulan kompetitif.