Diduga Terlibat Korupsi Pengadaan Lahan Pabrik, Ketua Komisi II DPRD Ngawi Jadi Tersangka dan Ditahan

Kasus dugaan korupsi dan manipulasi pajak terkait pengadaan lahan untuk pabrik mainan PT GFT Indonesia Investment memasuki babak baru. Kejaksaan Negeri Ngawi resmi menahan Winarto, Ketua Komisi II DPRD Ngawi dari Partai Golkar, pada Senin (26/5/2025). Penahanan ini dilakukan setelah Winarto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang merugikan negara tersebut.

Kepala Kejaksaan Negeri Ngawi, Susanto Gani, menjelaskan bahwa penahanan Winarto dilakukan setelah serangkaian pemeriksaan intensif. Sebelumnya, tim penyidik Kejari Ngawi telah memeriksa Winarto sebanyak dua kali. Penetapan tersangka dan penahanan ini didasarkan pada hasil penyidikan serta alat bukti yang dianggap cukup untuk menjerat Winarto dalam kasus dugaan gratifikasi dan manipulasi pajak daerah terkait pengadaan lahan untuk PT GFT Indonesia Investment di Desa Geneng, Kecamatan Geneng pada tahun 2023.

"Tersangka kami tahan selama 20 hari ke depan di Lapas Kelas IIB Ngawi," tegas Susanto Gani.

Proses penyidikan kasus ini telah berlangsung sejak Maret 2025. Sejak saat itu, penyidik telah memeriksa 25 saksi yang terdiri dari berbagai pihak terkait, mulai dari pemilik lahan, perangkat desa, hingga aparatur sipil negara (ASN) dan pejabat negara. Dari hasil penyidikan, ditemukan indikasi kuat adanya tindak pidana gratifikasi dan manipulasi penerimaan pajak daerah dalam proses pengadaan lahan tersebut. Winarto diduga berperan sebagai fasilitator antara pihak perusahaan dengan pemilik lahan.

Menurut Susanto, perusahaan PT GFT Indonesia Investment telah mentransfer dana sebesar Rp 91 miliar kepada Winarto untuk pengadaan lahan seluas kurang lebih 19 hektar di Desa Geneng. Peran Winarto sebagai fasilitator awalnya bertujuan untuk mempermudah proses pengadaan lahan. Namun, penyidikan lebih lanjut mengungkap fakta yang berbeda. Meskipun demikian, Susanto Gani enggan memberikan rincian lebih lanjut mengenai modus gratifikasi yang dilakukan Winarto karena masih merupakan bagian dari materi penyidikan yang bersifat rahasia.

Tim penyidik masih menghitung secara pasti total kerugian negara yang disebabkan oleh tindakan Winarto. Selain itu, penyidik juga telah menyita sejumlah barang bukti dari tangan tersangka, termasuk uang tunai senilai Rp 200 juta dan empat unit sepeda motor Honda PCX.

Atas perbuatannya, Winarto dijerat dengan Pasal 11 juncto Pasal 18 dan Pasal 12 b juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021. Jika terbukti bersalah, Winarto terancam hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.