Sidang Perdana Kasus Dugaan Pemerasan PPDS Undip Terungkap Praktik Iuran Ilegal dan Budaya 'Senioritas'
Sidang Perdana Kasus Dugaan Pemerasan PPDS Undip: Iuran Ilegal dan Dominasi Senior Terungkap
Persidangan pertama kasus dugaan pemerasan yang melibatkan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) telah dimulai. Tiga terdakwa menghadapi dakwaan terkait praktik pemerasan yang diduga telah berlangsung sejak tahun 2018.
Dakwaan Terhadap Tiga Terdakwa
Ketiga terdakwa yang dihadirkan dalam persidangan adalah:
- Taufik Eko Nugroho: Mantan Kepala Program Studi (Kaprodi) PPDS Anestesi Undip.
- Sri Maryani: Staf administrasi prodi.
- Zara Yupita Azra: Mahasiswi senior PPDS Anestesi Undip.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sandhy Handika mengungkapkan bahwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani didakwa atas tindakan bersama dalam kurun waktu 2018 hingga 2023. Keduanya dituduh melakukan pemerasan dengan memaksa mahasiswa untuk memberikan sejumlah uang dengan dalih iuran non-resmi. Iuran ini, menurut JPU, digunakan untuk berbagai keperluan yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas, termasuk uang saku dan honor bagi terdakwa.
Praktik Iuran Ilegal dan Pengelolaan Dana
Selama persidangan terungkap, dana yang terkumpul dari mahasiswa lintas angkatan mencapai lebih dari Rp 2 miliar. Dana ini berasal dari iuran yang dibayarkan oleh residen PPDS Anestesi FK Undip sejak tahun 2018 hingga 2023. Lebih lanjut, terungkap bahwa dana tersebut dikelola secara pribadi oleh salah satu terdakwa, Sri Maryani, yang menjabat sebagai staf administrasi prodi. Dana tersebut disimpan dalam rekening pribadi Sri Maryani.
Taufik Eko Nugroho juga didakwa atas kewajiban pembayaran Biaya Operasional Pendidikan (BOP) sebesar Rp 80 juta per mahasiswa, di luar biaya universitas. Iuran tersebut diwajibkan kepada seluruh residen, terutama mahasiswa PPDS semester dua ke atas.
Budaya Senioritas dan Doktrin 'Senior Selalu Benar'
Selain praktik iuran ilegal, persidangan juga mengungkap adanya dugaan kuat praktik budaya senioritas yang tidak sehat di lingkungan PPDS Anestesi Undip. Terdakwa Zara Yupita Azra, seorang dokter senior residen, didakwa atas perannya dalam memberikan arahan dan doktrin kepada mahasiswa junior, termasuk almarhumah Aulia Risma Lestari, yang meninggal dunia pada Agustus 2024.
Zara diduga telah menyampaikan doktrin kepada angkatan 77 PPDS Anestesi Undip melalui pertemuan daring (Zoom Meeting) pada Juni 2022, yang berisi aturan internal yang harus dipatuhi. Salah satu doktrin yang paling mencolok adalah prinsip 'senior selalu benar'.
Isi dari doktrin tersebut meliputi:
- Senior selalu benar; bila senior salah, kembali ke pasal 1.
- Hanya ada 'ya' dan 'siap'.
- Yang enak hanya untuk senior.
- Bila junior dikasih enak tanpa tanya 'kenapa?', mencerminkan kondisi bahwa junior seharusnya tidak mendapatkan kemudahan.
- Jangan pernah mengeluh karena semua pernah mengalami.
Selain itu, terdapat pula tata krama yang harus ditaati oleh mahasiswa, seperti:
- Izin bila bicara dengan senior.
- Semester nol hanya bisa bicara dengan semester satu, dilarang bicara dengan semester di atasnya.
- Harus senior yang bertanya langsung, haram hukumnya semester nol bicara dengan semester dua tingkat ke atas.
Kewajiban Menyediakan Makan untuk Senior
Dalam persidangan terungkap pula bahwa mahasiswa PPDS Anestesi Undip angkatan 77 diwajibkan untuk menyediakan makan prolong (makanan yang disediakan bagi senior dan dokter penanggung jawab pelayanan yang masih bertugas di atas jam 18.00 WIB di RSUP dr. Kariadi). Biaya makan prolong ini sepenuhnya ditanggung oleh mahasiswa junior, tanpa kontribusi dari senior. Dana yang terkumpul untuk keperluan ini mencapai Rp 766 juta, yang dikumpulkan melalui rekening Aulia Risma Lestari (Rp 494.171.000) dan Bayu Ardibowo (Rp 272.500.000).
Pembayaran Joki Tugas
Selain menyediakan makan untuk senior, mahasiswa junior juga diwajibkan untuk membayar joki tugas, yaitu pihak ketiga yang akan mengerjakan tugas-tugas akademik para senior. Total dana yang dikeluarkan untuk membayar joki tugas ini mencapai Rp 98.058.500.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini mencuat setelah meninggalnya dokter Aulia Risma Lestari, yang memicu perhatian publik terhadap dugaan praktik perundungan dan pemerasan di lingkungan PPDS FK Undip. Setelah insiden tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menghentikan sementara kegiatan praktik PPDS Anestesi di RSUP Dr Kariadi, Semarang.
FK Undip dan pihak RSUP Kariadi mengakui adanya perundungan yang dialami korban selama menjalani pendidikan. Ibunda korban, Nuzmatun Malinah, telah melaporkan sejumlah senior ke Polda Jawa Tengah. Dalam proses hukum yang berjalan, penyidik menetapkan tiga tersangka.