Tumpukan Kulit Kerang Ancam Lingkungan Cilincing, Warga Harapkan Solusi Pemerintah
Gunungan limbah kulit kerang setinggi lima meter menjadi pemandangan lazim di kawasan Kalibaru Barat VI E, Cilincing, Jakarta Utara. Masalah yang telah berlangsung bertahun-tahun ini merupakan dampak dari aktivitas utama masyarakat setempat yang berprofesi sebagai nelayan kerang.
Sebagian besar warga Cilincing menggantungkan hidupnya pada hasil laut, khususnya kerang hijau. Kerang-kerang ini tak hanya dipasarkan dalam bentuk mentah, tetapi juga diolah sebelum sampai ke tangan konsumen. Praktik memisahkan daging kerang dari cangkangnya sebelum penjualan menjadi kebiasaan umum di kalangan nelayan. Kemudahan yang ditawarkan ini berbanding terbalik dengan permasalahan limbah kulit kerang yang terus menumpuk.
Menurut pantauan di lapangan, tumpukan kulit kerang di pesisir Jalan Kalibaru Barat VI E telah mencapai ketinggian yang mengkhawatirkan, yakni sekitar lima meter. Kebiasaan membuang limbah kerang ke laut telah menjadi tradisi turun temurun di Cilincing.
"Sudah lama, dari saya belum lahir juga sudah buang (kulit kerangnya) di situ," ujar Mul (40), seorang warga setempat. Namun, pembangunan tanggul laut di Jalan Kalibaru Barat mengubah pola pembuangan limbah. Warga kesulitan membuang langsung ke laut dan akhirnya menumpuknya di pinggir pantai, dekat tanggul.
Minimnya alternatif tempat pembuangan menjadi alasan utama warga terus membuang limbah kulit kerang di pinggir pantai. "Habis gimana lagi, karena di situ aja sih tempat pembuangan, karena akan ke laut lagi. Masa kita buang ke TPS kan enggak mungkin, itu hampir setiap hari kita produksi," keluh Mul.
Mul menjelaskan bahwa secara alami, tumpukan kulit kerang ini akan terkikis oleh ombak dan menjadi bagian dari pasir pantai. Keyakinan inilah yang membuat warga tidak terlalu khawatir dengan keberadaan limbah tersebut. "Gimana lagi, tapi ini proses alam, biasanya nanti kena ombak akan terkikis sendiri dan terbawa ombak," imbuhnya.
Namun, dengan kondisi limbah yang terus bertambah setiap harinya, Mul berharap pemerintah dapat segera turun tangan memberikan solusi yang berkelanjutan. Ia berharap ada upaya pengelolaan limbah yang dapat memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat.
"Kalau saya sih berharap pemerintah bisa memberi solusi bagaimana limbah kerang ini bisa menjadi berharga," harap Mul. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat agar tidak mencampur limbah kulit kerang dengan sampah rumah tangga. Program pelatihan atau insentif juga diharapkan dapat mengurangi kebiasaan membuang limbah sembarangan.
"Mungkin kalau ada wacana 'lo jangan buang kulit kerang sembarangan, kulit kerang lo sekarung gue hargain Rp 4.000' otomatis tidak ada limbah kaya gitu," usul Mul.
Ironisnya, di tengah permasalahan lingkungan ini, tumpukan limbah kulit kerang justru menjadi arena bermain bagi anak-anak. Selepas sekolah, puluhan anak berkumpul di atas tumpukan limbah yang menyerupai dataran tinggi. Mereka bermain layang-layang, berdiskusi, atau sekadar bermain bola. Keberadaan anak-anak ini menarik perhatian pedagang makanan yang menjajakan dagangannya di sekitar lokasi.