Greenwashing Ancam Kredibilitas Industri Keuangan Akibat Regulasi yang Tidak Terstandarisasi
Jakarta - Praktik greenwashing dalam industri keuangan menjadi perhatian serius karena berpotensi merusak kepercayaan publik dan investor. Sanjung Purnama Budiarjo, seorang peneliti dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute, mengungkapkan bahwa celah regulasi dan kurangnya transparansi dalam implementasi keuangan berkelanjutan membuka peluang bagi perusahaan untuk melakukan praktik greenwashing.
Greenwashing sendiri merupakan strategi pemasaran yang memberikan kesan ramah lingkungan terhadap suatu produk atau layanan, padahal kenyataannya tidak demikian. Praktik ini menjadi ancaman nyata bagi integritas industri keuangan.
Dalam sebuah diskusi Idea Talks OJK Institute Volume 8 yang diadakan di Jakarta, Sanjung menjelaskan beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya greenwashing. Salah satunya adalah ketidakseragaman standar dan regulasi antarnegara. Perbedaan ini memungkinkan perusahaan untuk memilih standar yang paling menguntungkan bagi mereka, tanpa benar-benar berkomitmen pada praktik berkelanjutan.
Selain itu, asimetri informasi juga menjadi masalah krusial. Investor dan masyarakat seringkali kesulitan mengakses data yang akurat dan terpercaya untuk memverifikasi klaim keberlanjutan yang dibuat oleh perusahaan. Kurangnya informasi ini membuat mereka rentan terhadap praktik greenwashing.
Faktor lain yang tak kalah penting adalah kesenjangan kapasitas teknis di antara para pemangku kepentingan. Banyak investor yang tidak memiliki pemahaman mendalam mengenai isu-isu keberlanjutan, sehingga mereka cenderung bergantung pada informasi yang diberikan oleh perusahaan. Hal ini menciptakan peluang bagi perusahaan untuk memanipulasi informasi dan melakukan greenwashing.
Sanjung menekankan bahwa dampak greenwashing tidak hanya terbatas pada reputasi perusahaan. Praktik ini juga dapat menyebabkan penurunan pendapatan, peningkatan biaya operasional, gangguan kinerja pasar, dan bahkan mengancam kelangsungan bisnis jangka panjang. Lebih jauh lagi, greenwashing dapat menghambat upaya pencapaian target pembangunan berkelanjutan nasional, seperti yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC).
Menurut data, pada tahun 2023 terdapat 199 insiden greenwashing di sektor jasa keuangan global. Angka ini mencakup 12% dari total kasus greenwashing, menempatkan industri keuangan di urutan kedua setelah industri minyak dan gas (13%). Hal ini menunjukkan bahwa greenwashing merupakan masalah serius yang perlu segera diatasi.
Oleh karena itu, OJK dan seluruh pemangku kepentingan perlu bekerja sama untuk memperketat regulasi, meningkatkan transparansi, dan meningkatkan pemahaman mengenai isu-isu keberlanjutan. Dengan demikian, praktik greenwashing dapat diminimalkan dan kepercayaan terhadap industri keuangan dapat terjaga.
Faktor-faktor penyebab terjadinya greenwashing:
- Aturan yang tidak terstandardisasi: Perbedaan standar antarnegara memungkinkan perusahaan memilih standar yang menguntungkan.
- Asimetri informasi: Investor dan publik kesulitan mengakses data yang akurat untuk memverifikasi klaim keberlanjutan.
- Kesenjangan kapasitas teknis: Kurangnya pemahaman investor mengenai isu keberlanjutan membuat mereka bergantung pada informasi perusahaan.
Dampak greenwashing:
- Penurunan reputasi perusahaan
- Penurunan pendapatan dan peningkatan biaya operasional
- Gangguan kinerja pasar
- Ancaman terhadap prospek bisnis jangka panjang
- Hambatan terhadap pencapaian target pembangunan berkelanjutan nasional