Prabowo Tunjuk Purnawirawan TNI Pimpin Bea Cukai: Strategi Berantas Mafia Penyelundupan?
Penunjukan Purnawirawan TNI sebagai Dirjen Bea Cukai: Langkah Taktis Berantas Mafia Penyelundupan?
Angka penyelundupan di Indonesia masih menjadi perhatian serius. Data intelijen keuangan menunjukkan bahwa transaksi ilegal ini mencapai angka yang fantastis, yaitu Rp 216 triliun dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Praktik ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga menghambat pertumbuhan produk lokal dan menciptakan persaingan yang tidak sehat.
Pemerintah menyadari kompleksitas masalah ini dan telah mengidentifikasi berbagai modus operandi penyelundupan, termasuk ketidaksesuaian dokumen, ekspor impor ilegal, penyalahgunaan fasilitas free trade zone, hingga praktik pencucian uang. Namun, efektivitas penindakan masih menjadi tantangan utama.
Di tengah upaya pemberantasan penyelundupan, muncul nama Letjen Purn Djaka Budhi Utama sebagai sosok yang dinilai tepat untuk memimpin Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Penunjukan Djaka, yang sebelumnya menghadap Presiden Prabowo Subianto, kemudian dilantik oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 23 Mei 2025, menandai langkah strategis pemerintah dalam mengatasi masalah ini.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menekankan bahwa reformasi Bea Cukai membutuhkan keberanian, mengingat banyaknya dugaan pelanggaran di internal institusi tersebut. Prasetyo menjelaskan bahwa latar belakang militer Djaka menjadi nilai tambah karena TNI memiliki tingkat kepercayaan publik yang tinggi. Selain itu, pengalaman Djaka dalam koordinasi lintas wilayah, instansi, dan kementerian dianggap krusial mengingat cakupan kerja Bea Cukai yang meliputi seluruh wilayah Indonesia.
Faktor Kepercayaan dan Kondisi Abnormal di Bea Cukai
Kedekatan Djaka dengan Prabowo, yang terjalin sejak keduanya bertugas di Komando Pasukan Khusus (Kopassus), menjadi faktor penting dalam penunjukan ini. Pengamat politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting, berpendapat bahwa situasi abnormal di lingkungan Bea Cukai mendorong Prabowo untuk mengambil langkah nonkonvensional dengan menempatkan militer di posisi tersebut. Menurut Ginting, kondisi menantang di Bea Cukai diwarnai dengan praktik mafia yang merugikan negara.
"Kasus penyelundupan barang-barang yang dilarang atau yang dikenakan pajak yang tinggi, tentu ini juga bagian dari praktik-praktik mafia hitam di Bea Cukai," ujar Selamat, mencontohkan kasus penyelundupan satwa dan tumbuhan yang dilindungi, serta barang-barang terlarang.
Selamat menambahkan bahwa Prabowo membutuhkan sosok yang dapat dipercaya untuk membenahi Bea Cukai dan mengembalikan kepercayaan publik. Djaka dinilai memiliki kapasitas untuk mengawasi dan memperkuat pengawasan internal maupun eksternal, serta menjalin kerja sama yang intensif dengan Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menindak tegas oknum Bea Cukai yang terlibat dalam praktik korupsi dan mafia.
Dukungan dari Mantan Kepala BAIS
Dukungan terhadap penunjukan Djaka juga datang dari mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS), Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B. Ponto. Soleman menilai bahwa memberantas mafia penyelundupan bea cukai membutuhkan nyali besar, dan Djaka dinilai memiliki kapasitas tersebut. Soleman bahkan menceritakan pengalamannya saat membantu Kepala Bea Cukai pada tahun 2012 dalam memberantas penyelundupan di KM Kelud, di mana Bea Cukai menghadapi perlawanan dari mafia yang kuat.
"Beliau (Kepala Bea Cukai dulu) itu sudah bolak-balik melawan mafia itu tapi nggak berhasil. Minta bantuan saya, kita bantu, Bea Cukai di depan kita di belakang," ungkap Soleman.
Soleman yakin bahwa Djaka akan lebih berani dalam menyikat mafia penyelundupan bea cukai yang diduga dibekingi oleh aparat. Dengan demikian, penunjukan Djaka Budhi Utama sebagai Dirjen Bea Cukai diharapkan dapat menjadi angin segar dalam upaya pemberantasan penyelundupan dan meningkatkan penerimaan negara.
- Ketidaksesuaian dokumen
- Ekspor impor ilegal
- Penyalahgunaan free trade zone
- Praktik pencucian uang