Pemilik Warung Makan di Malaysia Menegur Pelanggan yang Lakukan Siaran Langsung TikTok

Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi alat yang ampuh untuk mempromosikan bisnis, termasuk bisnis kuliner. Banyak pemilik warung makan dan restoran yang memanfaatkan popularitas influencer untuk menjangkau audiens yang lebih luas, dengan harapan dapat meningkatkan penjualan dan popularitas. Namun, tidak semua pemilik bisnis memiliki pandangan yang sama mengenai promosi melalui media sosial.

Baru-baru ini, seorang pemilik warung makan di Kajang, Selangor, Malaysia, menjadi perbincangan setelah menegur seorang pelanggan yang sedang melakukan siaran langsung ( live streaming ) di platform TikTok. Pemilik warung tersebut merasa terganggu dengan aktivitas pelanggan tersebut, yang dianggapnya dapat menimbulkan kebisingan dan mengganggu kenyamanan pelanggan lain.

Menurut cerita yang dibagikan oleh pemilik warung melalui akun Thread-nya, pelanggan tersebut, yang diduga seorang food vlogger, melakukan siaran langsung sambil menyantap makanan di warungnya. Dalam siaran langsung tersebut, pelanggan tersebut merekam setiap sudut warung, termasuk magic jar berisi nasi. Bahkan, pelanggan tersebut sempat membuka tutup magic jar tersebut, yang langsung ditutup kembali oleh pemilik warung.

Tindakan pemilik warung tersebut tampaknya membuat pelanggan tersebut tersinggung. Namun, pemilik warung memiliki alasan tersendiri mengapa ia tidak suka warungnya dijadikan ajang siaran langsung. Ia mengatakan bahwa warungnya kecil dan hanya dapat menampung sekitar 20 orang. Ia ingin menjaga kualitas makanan dan kenyamanan pelanggan lain. Kebisingan dan gelak tawa yang ditimbulkan oleh siaran langsung tersebut dianggap dapat mengganggu suasana makan pelanggan lain.

"Saya tidak masalah jika dia tidak membuat kebisingan. Terlalu berisik dan gelak tawa dia yang saya tidak bisa terima. Ini bisa mengganggu pelanggan lain," tegasnya.

Unggahan pemilik warung tersebut menuai beragam komentar dari warganet. Banyak yang setuju dengan tindakan pemilik warung, dengan alasan bahwa adab dan etika tetap harus diutamakan, bahkan di era digital sekalipun. Beberapa warganet juga mengaku merasa terganggu dengan pelanggan lain yang terlalu berisik di tempat makan.

Berikut adalah beberapa komentar warganet:

  • "Saya setuju dengan Anda, karena sebagai pelanggan saya sering merasa terganggu jika ada pelanggan lain yang terlalu berisik sendiri."
  • "Anda tidak salah karena Anda pemilik restoran. Mungkin Anda bisa memberi pengingat di pintu masuk, supaya pelanggan sadar."

Kejadian ini memicu diskusi tentang etika penggunaan media sosial di ruang publik, serta hak pemilik bisnis untuk menjaga kenyamanan dan ketertiban di tempat usaha mereka.