Gibran Soroti Pergeseran Kekuatan Ekonomi: Era Digital dan Penguasaan Data Jadi Kunci Kemajuan Bangsa
markdown Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menegaskan bahwa pilar kemajuan ekonomi bangsa kini bergeser. Bukan lagi semata bertumpu pada kepemilikan sumber daya alam dan pertambangan, melainkan pada penguasaan data dan aset digital.
Penegasan ini disampaikan Gibran melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, menyoroti potensi besar Indonesia dalam ranah ekonomi digital. Dengan jumlah pengguna internet yang mencapai 221 juta dari total populasi 284 juta jiwa, Indonesia memiliki pasar yang luas dan dinamis untuk dieksplorasi.
"Era di mana kemajuan suatu bangsa bukan lagi hanya ditentukan oleh siapa yang punya tambang atau sumber daya alam, tapi juga oleh siapa yang menguasai data aset digital," tulis Gibran dalam unggahannya.
Menurut Gibran, konsep kekayaan negara telah mengalami transformasi. Selain aset fisik seperti tanah, mineral, dan hasil bumi, data, perilaku konsumen, dan pola pikir masyarakat kini menjadi komoditas berharga. Kekayaan ini bersifat tak terbatas dan terus bertumbuh seiring dengan aktivitas digital yang dilakukan setiap hari.
"Kekayaan ini tidak akan pernah bisa habis selama kita saling terhubung dan akan terus tumbuh setiap hari, baik di setiap klik, tontonan, transaksi, geotagging, download, upload, semuanya. Inilah komoditas baru di era digital," jelasnya.
Gibran menekankan bahwa data memungkinkan pelaku pasar untuk memahami permintaan pasar secara mendalam. Kebiasaan masyarakat dalam berbelanja online menjadi sumber informasi berharga yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan strategi bisnis yang efektif.
"Terlihat sederhana, tapi bisa dibayangkan jika analisis perilaku pasar ini dilakukan secara luas, tidak hanya untuk satu komoditas, tidak hanya untuk satu jenis transaksi, dan tidak hanya di satu kota, tapi semua," imbuhnya.
Lebih lanjut, Gibran menyatakan bahwa data menjadi kunci untuk memenangkan persaingan di pasar global. Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang sangat besar, diperkirakan mencapai 300 miliar dolar AS pada tahun 2030.
"Ini bukti bahwa pasar kita, potensi kita, sangat menjanjikan," pungkasnya.