Hukum Menyentuh Daging Babi dalam Islam: Tinjauan Berbagai Mazhab

Dalam ajaran Islam, keharaman mengonsumsi daging babi telah ditetapkan secara jelas berdasarkan ayat-ayat Al-Quran, seperti yang tercantum dalam Surah Al-Baqarah ayat 173, Surah Al-Maidah ayat 3, dan Surah Al-An'am ayat 145. Ayat-ayat tersebut secara tegas menyatakan bahwa daging babi adalah haram untuk dimakan karena dianggap kotor (najis). Namun, bagaimana dengan hukum menyentuh daging babi? Apakah tindakan tersebut juga termasuk haram, atau bahkan najis?

Pertanyaan ini seringkali muncul, terutama bagi umat Muslim yang bekerja di lingkungan di mana daging babi umum dikonsumsi. Misalnya, asisten rumah tangga yang bekerja di luar negeri mungkin harus menangani dan memasak daging babi untuk majikan mereka. Dalam situasi seperti ini, penting untuk memahami bagaimana hukum Islam memandang tindakan menyentuh daging babi.

Perbedaan Pendapat Ulama

Ustaz Adi Hidayat, dalam salah satu kajiannya, menjelaskan bahwa para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai status babi, apakah termasuk najis ringan atau berat. Perbedaan ini kemudian memengaruhi bagaimana hukum menyentuh babi dipandang.

  • Pendapat Imam Malik: Menurut sebagian pandangan dalam mazhab Imam Malik, babi dianggap suci, namun haram untuk dikonsumsi. Dalam konteks ini, menyentuh babi (dalam keadaan hidup) tidak dianggap najis. Namun, perlu dicatat bahwa bangkai babi tetap dianggap najis.

  • Pendapat Mayoritas Mazhab (Syafi'i, Hanafi, Hambali): Mayoritas ulama dari mazhab Syafi'i, Hanafi, dan Hambali berpendapat bahwa babi tidak hanya haram, tetapi juga najis. Bahkan, najisnya tergolong berat (mughallazah), sehingga jika seseorang menyentuh babi, wajib membersihkan diri dengan mencuci sebanyak tujuh kali, salah satunya menggunakan tanah. Pendapat ini diqiyaskan dengan air liur anjing, yang juga dianggap najis mughallazah.

Namun, ada juga ulama yang berpendapat bahwa najis babi tidak dapat diqiyaskan dengan air liur anjing, melainkan setara dengan bangkai atau darah. Dalam hal ini, jika seseorang tersentuh babi, cukup mencuci bagian tubuh yang terkena dengan air dan sabun hingga bersih.

Kesimpulan

Dari berbagai pendapat ulama tersebut, dapat disimpulkan bahwa hukum menyentuh daging babi dalam Islam masih menjadi perdebatan. Sebagian ulama menganggapnya najis berat yang mengharuskan pencucian khusus, sementara sebagian lain menganggapnya tidak najis atau najis ringan yang cukup dibersihkan dengan air dan sabun. Dalam menghadapi perbedaan pendapat ini, disarankan untuk mengikuti pendapat ulama yang lebih hati-hati (ihtiyath), yaitu dengan mencuci bagian tubuh yang terkena babi sebanyak tujuh kali dengan air, salah satunya dicampur dengan tanah.

Namun, penting untuk diingat bahwa niat dan tujuan juga perlu diperhatikan. Jika seseorang terpaksa menyentuh babi karena pekerjaan atau keadaan darurat, dan tidak ada niat untuk menghina atau merendahkan agama Islam, maka hal tersebut tidak dianggap dosa. Yang terpenting adalah tetap menjaga kebersihan diri dan berusaha untuk menjauhi hal-hal yang diharamkan oleh agama.

Dengan memahami perbedaan pendapat ulama dan mempertimbangkan situasi yang dihadapi, umat Muslim dapat mengambil keputusan yang bijak dan sesuai dengan ajaran Islam.