Dedikasi Tanpa Henti: Kisah Sukirman, Penjaga Perlintasan Kereta Api di Bandung Selama 25 Tahun
Di sebuah perlintasan kereta api di Jalan Walini, Desa Bojongloa, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, berdiri seorang pria bernama Sukirman. Selama lebih dari dua dekade, tepatnya 25 tahun, ia mengabdikan dirinya sebagai penjaga perlintasan kereta api. Senyum tulus dan ucapan terima kasih yang tak pernah luntur menjadi ciri khasnya, sebagai balas budi atas setiap sumbangan kecil yang diterimanya dari para pengendara.
Panas matahari yang menyengat dan lingkungan yang gersang tak pernah mematahkan semangat pria berusia 59 tahun ini. Sukirman memulai pengabdiannya di tahun 2000, saat kondisi lingkungan masih didominasi lahan persawahan. Sebelum menjadi penjaga perlintasan, ia sempat menjajal berbagai pekerjaan, termasuk menjadi tim cek lapangan di sebuah perusahaan dan pekerja konstruksi. Meski pada awalnya tak mendapatkan gaji dari negara, Sukirman tetap menjalankan tugasnya dengan penuh keikhlasan, berpegang pada prinsip "Rezeki kecil jangan ditinggalkan jika yang besar belum datang".
Ketika suara genta dari Stasiun Cicalengka terdengar dan lampu sinyal berubah warna, Sukirman dengan sigap bergerak. Ia memberi isyarat kepada para pengendara untuk mempercepat laju kendaraan, kemudian menutup palang kereta yang terbuat dari bambu. Sesekali, ia mengangkat tangan untuk memastikan kendaraan dari arah berlawanan berhenti dengan aman. Perjalanan Sukirman menjadi penjaga perlintasan dimulai dari ajakan Abah Uko, seorang kerabat yang lebih tua. Karena usia yang sudah lanjut, Abah Uko mengajak Sukirman untuk membantunya menjaga perlintasan kereta api. Sukirman menjadi saksi perubahan signifikan di jalur kereta api, dari yang awalnya hanya single track menjadi double track. Keberadaannya di sana, bahkan sebelum adanya pos pengawasan, menjadikannya saksi bisu evolusi moda transportasi darat ini.
Dari pukul 10.00 hingga 16.00 WIB, Sukirman bekerja keras menjaga perlintasan. Hasilnya, ia mampu mengumpulkan antara Rp 70.000 hingga Rp 100.000 per hari. Perlintasan Rel Jalan Walini dijaga secara aktif mulai pukul 04.00 hingga 23.00 WIB. Awalnya, Sukirman dan Abah Uko bekerja berdua, namun kemudian dibantu oleh dua orang lainnya. Meskipun belum ada perhatian dari PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api), Sukirman tetap bersyukur atas rezeki yang diterimanya. Berkat hasil jerih payahnya, ia berhasil menyekolahkan keempat anaknya hingga lulus SMA.
Setelah lebih dari dua dekade mengabdi tanpa status yang jelas, Sukirman akhirnya diangkat menjadi pekerja di bawah Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bandung. Momen ini menjadi kenyataan setelah pembangunan pos pengawasan dan palang pintu otomatis di dekat tempatnya berjaga. Sukirman kemudian mengikuti pelatihan di Bekasi untuk mempelajari rambu-rambu kereta api dan aturan menjaga perlintasan. Saat ini, palang pintu otomatis sudah terpasang, namun belum dioperasikan karena kekurangan pekerja. Sukirman dijanjikan akan menjadi operator palang pintu otomatis tersebut.
Sejak menjadi pegawai Dishub, Sukirman menerima gaji Rp 70.000 per hari dan diwajibkan absen melalui grup WhatsApp dengan mengirimkan foto. Pengalaman puluhan tahun menjadi penjaga perlintasan tidak lantas membuat segalanya mudah. Masih ada saja pengendara yang nekat menerobos palang pintu yang sudah diturunkan. Dulu, Sukirman kerap berdebat dengan para pelanggar, namun kini para pengendara saling mengingatkan untuk tidak menerobos saat kereta api akan melintas.
Di bulan puasa, jalur kereta api menjadi lebih sibuk dengan jadwal keberangkatan yang bertambah hingga delapan kali. Pada masa-masa sibuk ini, Sukirman seringkali menyaksikan kejadian tragis seperti kecelakaan dan aksi bunuh diri. Kebanyakan kasus bunuh diri terjadi menjelang Lebaran. Di tengah kesibukannya, Sukirman tetap menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Lambaian tangannya menjadi peringatan bagi para pengendara, dan senyumnya selalu hadir setelah kereta api melintas, hingga tiba waktunya untuk pulang.
Sukirman, dengan dedikasi dan pengabdiannya, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari keselamatan para pengguna jalan di perlintasan kereta api Walini. Kisahnya adalah cerminan ketulusan, keikhlasan, dan semangat pantang menyerah dalam menjalankan tugas sehari-hari.