Polemik Regulasi Transportasi Online: Antara Kebutuhan Hukum dan Keselamatan
Gelombang diskusi mengenai perlunya regulasi yang lebih komprehensif bagi transportasi online di Indonesia semakin menguat. Isu ini mencuat seiring dengan aspirasi para pengemudi ojek online (ojol) yang menuntut kejelasan dan keadilan dalam sistem tarif, pembagian pendapatan, serta jaminan kesejahteraan. Aspirasi ini muncul karena selama ini, operasional transportasi online berjalan tanpa payung hukum yang kuat, menciptakan celah bagi praktik yang merugikan pengemudi.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi V, menunjukkan keseriusan untuk merespon keluhan para pengemudi ojol dengan mendorong percepatan pembentukan Undang-Undang (UU) yang secara khusus mengatur operasional transportasi online. Anggota Komisi V DPR RI, Adian Napitupulu, menegaskan bahwa regulasi transportasi online adalah sebuah keniscayaan. Ia menyoroti adanya pembiaran terhadap perkembangan transportasi online tanpa aturan yang jelas selama bertahun-tahun. Menurutnya, kondisi ini telah melanggar hukum secara bersama-sama dan berkelanjutan, melibatkan pemerintah dan DPR. Adian menekankan pentingnya segera membuat UU untuk memperbaiki keadaan ini.
Ketua Umum Asosiasi Garda Indonesia, Igun Wicaksono, menyoroti bahwa selama ini pengemudi ojol bekerja tanpa perlindungan hukum yang memadai. Akibatnya, status mereka seringkali dianggap remeh oleh pihak aplikator. Igun mengapresiasi langkah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam menetapkan tarif dasar ojol, namun ia menyayangkan implementasi regulasi tersebut masih lemah di lapangan. Menurutnya, pelanggaran dan penyimpangan oleh aplikator terhadap pengemudi masih sering terjadi. Igun mengkritik pemerintah yang dinilai kurang tegas dalam menindaklanjuti pelanggaran yang dilakukan oleh aplikator.
Para pengemudi ojol mengeluhkan bahwa aplikator kerap kali memotong biaya jasa lebih tinggi dari ketentuan yang berlaku. Hal ini menyebabkan pendapatan pengemudi tidak sesuai dengan harapan dan tidak sebanding dengan usaha yang mereka lakukan. Pengemudi menilai bahwa aplikator menggunakan skema dan program yang tidak sepenuhnya mengikuti regulasi yang ada.
Di sisi lain, Pengamat Transportasi, Darmaningtyas, menyampaikan pandangan yang berbeda. Ia menilai bahwa transportasi online, khususnya ojol, kurang ideal untuk dijadikan sebagai angkutan umum. Darmaningtyas menyoroti aspek keselamatan, di mana sepeda motor sebagai moda utama ojol memiliki risiko kecelakaan yang tinggi. Ia juga berpendapat bahwa kemunculan ojek merupakan anomali dari sistem transportasi umum yang buruk di Indonesia.
Darmaningtyas mengakui bahwa ojol telah menjadi solusi bagi masalah kemacetan dan sebagai angkutan pengumpan. Namun, ia tetap menekankan bahwa sepeda motor kurang ideal untuk mengangkut penumpang dari segi keselamatan. Ia mengingatkan agar regulasi yang akan dibuat mempertimbangkan aspek ini. Meskipun demikian, Darmaningtyas tidak menampik keberadaan ojol yang sudah masif di Indonesia. Ia menilai bahwa regulasi yang telah dikeluarkan oleh Kemenhub terkait operasi dan tarif sudah tepat. Darmaningtyas menekankan pentingnya ketegasan pemerintah dalam menerapkan aturan, terutama terkait kesejahteraan dan pendapatan pengemudi. Ia mengusulkan agar potongan komisi aplikator diawasi lebih ketat dan tarif bagi pengemudi ditetapkan secara adil.
Darmaningtyas menyimpulkan bahwa fokus utama saat ini adalah meningkatkan kesejahteraan pengemudi ojol. Ia mengusulkan agar potongan komisi dan tarif diatur dengan baik sehingga pengemudi dapat bekerja dengan layak dan mendapatkan penghasilan yang memadai.
Daftar Kata Kunci:
- Transportasi Online
- Ojek Online (Ojol)
- Regulasi
- Undang-Undang (UU)
- Kesejahteraan Pengemudi
- Tarif
- Aplikator
- Keselamatan
- Komisi V DPR RI
- Kementerian Perhubungan (Kemenhub)
- Asosiasi Garda Indonesia
- Perlindungan Hukum
- Pendapatan Pengemudi