Cinta Tak Kenal Batas: Kisah Pernikahan Inspiratif Pasangan Tunanetra di Yogyakarta
Yogyakarta: Kisah Cinta Sejati di Balik Keterbatasan
Di sebuah Kantor Urusan Agama (KUA) di Kapanewon Kokap, Kulon Progo, Yogyakarta, sebuah momen mengharukan terjadi. Agus Santoso (55) dan Sukini (50), dua insan penyandang disabilitas netra, mengikat janji suci pernikahan. Suasana sederhana tanpa dekorasi mewah, namun penuh dengan kehangatan dan doa restu, mengiringi langkah mereka menuju kehidupan baru sebagai suami istri.
Pernikahan ini bukan sekadar penyatuan dua hati, tetapi juga simbol harapan dan bukti bahwa cinta sejati dapat ditemukan di mana saja, tanpa memandang keterbatasan fisik. Agus, dengan balutan batik yang elegan, dan Sukini, dalam kesederhanaan gaun kremnya, memancarkan kebahagiaan yang tak ternilai.
Perjalanan Cinta yang Bersemi dari Nada Bicara
Kisah cinta Agus dan Sukini berawal dari keaktifan mereka dalam komunitas Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kulon Progo. Di tengah interaksi dalam grup WhatsApp komunitas, fitur voice note menjadi jembatan yang menghubungkan hati mereka. Sapaan dan obrolan singkat berkembang menjadi percakapan intensif selama tiga tahun terakhir. Nada suara yang hangat dan perhatian tulus menjadi daya tarik yang membuat mereka semakin dekat.
"Pakai voicenote intensif tiga tahun belakangan ini," ujar Agus, menggambarkan bagaimana teknologi sederhana menjadi perantara cinta mereka.
Setelah merasa yakin dengan perasaan masing-masing, keluarga Agus memberanikan diri untuk melamar Sukini menjelang Hari Raya Idul Fitri. Proses lamaran berjalan lancar, dan tak lama setelah lebaran, kedua keluarga sepakat untuk melangsungkan pernikahan.
Membangun Masa Depan Bersama: Usaha Pijat Mandiri
Baik Agus maupun Sukini memiliki profesi yang sama, yaitu sebagai tukang pijat netra. Setelah resmi menjadi suami istri, mereka berencana untuk mengembangkan usaha pijat mandiri di rumah Sukini yang terletak di Tejogan. Dengan usaha ini, mereka berharap dapat meningkatkan pendapatan dan memiliki kehidupan yang lebih stabil.
"(Hasil selama ini) tidak bisa ditentukan. Ketika kosong, bisa sampai seminggu," ungkap Agus, menggambarkan kondisi pekerjaan mereka sebelum menikah.
Untuk mendukung usaha mereka, Agus dan Sukini berencana memanfaatkan bantuan modal usaha dari pemerintah sebesar Rp 750.000. Dana tersebut akan digunakan untuk membeli tempat tidur pijat dan papan nama, sehingga usaha mereka lebih profesional dan mudah dikenali.
Dukungan Pemerintah untuk Disabilitas
Pernikahan Agus dan Sukini menjadi bagian dari program Lenteraku yang diinisiasi oleh Kementerian Agama (Kemenag) Kulon Progo. Program ini menawarkan layanan Pernik Pantas (Pelayanan Pernikahan Penyandang Disabilitas) yang bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi calon pengantin disabilitas, mulai dari persiapan pranikah hingga pasca pernikahan.
"Program memberikan kemudahan kepada calon pengantin disabilitas mulai dari pranikah hingga pasca nikah," jelas Kepala Kemenag Kulon Progo, Wahib Jamil.
Selain mendapatkan dokumen resmi seperti buku nikah, kartu keluarga, dan KTP baru, Agus dan Sukini juga menerima beberapa fasilitas lainnya, yaitu:
- Layanan antar jemput dari rumah ke KUA.
- Bantuan modal usaha.
- Penanaman pohon harapan di rumah mereka.
Dukungan pemerintah daerah juga terlihat dengan kehadiran pimpinan daerah yang memberikan semangat dan motivasi kepada pasangan pengantin.
"Mensupport memberi perhatian dengan menghadirkan pimpinan agar makin termotivasi," tambah Wahib.
Menurut Wahib, pernikahan di kalangan penyandang disabilitas masih tergolong jarang terjadi, hanya sekitar 2-3 kali dalam setahun di Kulon Progo. Jumlah ini merupakan bagian kecil dari total pernikahan di Kulon Progo, yang pada tahun 2024 mencapai 1.700–1.800 pernikahan. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai 2.000 pernikahan.
Kisah cinta Agus dan Sukini adalah inspirasi bagi kita semua. Bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk menemukan cinta sejati dan meraih kebahagiaan. Dengan dukungan dari keluarga, komunitas, dan pemerintah, mereka membuktikan bahwa setiap orang berhak untuk hidup bahagia dan membangun masa depan yang lebih baik.