Hakim Soroti Potensi Keterlibatan Direksi Antam dalam Kasus Dugaan Korupsi Rp 3,3 Triliun
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat mengindikasikan potensi keterlibatan jajaran direksi PT Aneka Tambang (Antam) periode 2010-2021 dalam kasus dugaan korupsi terkait aktivitas bisnis pemurnian dan peleburan emas. Indikasi ini muncul saat pembacaan pertimbangan putusan terhadap enam mantan pejabat Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam yang didakwa melakukan perbuatan melawan hukum hingga menyebabkan kerugian negara senilai Rp 3,3 triliun.
Anggota majelis hakim, Alfis Setiawan, menyatakan bahwa tanggung jawab pidana atas dugaan tindak pidana korupsi ini tidak hanya terbatas pada para terdakwa selaku pimpinan UBPP LM, tetapi juga berpotensi melibatkan direksi PT Antam yang menjabat selama periode tersebut. Enam terdakwa yang dimaksud adalah Tutik Kustiningsih (VP UBPP LM Antam 2008-2011), Herman (VP UBPP LM Antam 2011-2013), Dody Martimbang (Senior Executive VP UBPP LM Antam 2013-2017), Abdul Hadi Aviciena (GM UBPP LM Antam 2017-2019), Muhammad Abi Anwar (GM UBPP LM Antam 2019-2020), dan Iwan Dahlan (GM UBPP LM Antam 2021-2022).
Hakim Alfis menjelaskan bahwa keenam terdakwa, sebagai pimpinan UBPP LM, memiliki garis tanggung jawab langsung kepada direksi PT Antam. Aktivitas peleburan yang menjadi sorotan telah berlangsung sejak sebelum tahun 2010 hingga 2017, sementara kegiatan pemurnian emas berjalan sejak sebelum 2010 hingga 2021. Kegiatan bisnis yang dipermasalahkan ini tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) UBPP LM, yang merupakan bagian integral dari RKAP tahunan PT Antam yang diajukan dan disahkan oleh komisaris perusahaan setiap tahunnya.
Majelis hakim menyoroti bahwa kegiatan pemurnian dan peleburan emas di UBPP LM PT Antam telah berlangsung selama lebih dari satu dekade dan diketahui oleh jajaran direksi. Lebih lanjut, direksi dinilai menyadari bahwa kegiatan tersebut tidak sepenuhnya selaras dengan bidang usaha yang ditetapkan dalam maksud dan tujuan pendirian PT Antam. Meskipun demikian, tidak ada upaya konkret dari pihak direksi untuk melakukan kajian mendalam terkait aspek finansial, legal, maupun manajemen terkait kegiatan tersebut.
Atas dasar tersebut, hakim berpendapat bahwa direksi PT Antam berpotensi dimintai pertanggungjawaban, selain pertanggungjawaban yang telah diemban oleh para terdakwa. Dalam putusannya, majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp 750 juta, dengan subsider 4 bulan kurungan, kepada para terdakwa. Mereka dinyatakan bersalah karena telah mengecap emas milik pihak swasta dengan logo Logam Mulia (LM) dan LBMA (London Bullion Market Association) milik PT Antam. Praktik ini dinilai merugikan karena memungkinkan pihak swasta menjual emas mereka ke pasaran dan menjadi pesaing langsung bagi PT Antam.