Terdakwa Kasus Ganja Semeru Mengaku Terintimidasi di Balik Jeruji Besi
Tahanan Kasus Narkoba Semeru Mengaku Mendapat Tekanan dari Luar Penjara
Dalam persidangan lanjutan kasus peredaran ganja di kawasan Gunung Semeru, seorang terdakwa bernama Tembul membuat pengakuan mengejutkan. Ia mengaku masih menerima ancaman, bahkan saat mendekam di balik jeruji besi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Lumajang. Pengakuan ini menambah pelik kasus yang melibatkan lima orang terdakwa.
Menurut Tembul, ancaman tersebut berasal dari Edi, seorang yang kini berstatus buron. Edi diduga kuat merupakan otak dari jaringan peredaran ganja di Dusun Pusung Duwur, Desa Argosari, Kecamatan Senduro. Tembul mengklaim bahwa dirinya diancam agar tidak membocorkan informasi terkait aktivitas ilegal yang terjadi di wilayah tersebut. Ancaman itu disampaikan langsung oleh Edi beserta anaknya, bahkan dengan membawa senjata tajam berupa celurit, sebelum Tembul mendekam di penjara.
Sebelumnya, Tembul sempat diperiksa oleh pihak kepolisian terkait kepemilikan ladang ganja di lereng Gunung Semeru, bersama dengan belasan orang lainnya. Namun, saat itu, polisi tidak menemukan bukti yang cukup untuk menjerat Tembul, sehingga ia dibebaskan. Selang empat bulan kemudian, Tembul kembali ditangkap atas dugaan menjual ganja. Ia mengaku melakukan hal tersebut atas perintah Edi, meskipun Edi saat itu sudah menjadi buronan polisi.
"Didatangi Edi sama anaknya bawa celurit, diancam mau dibunuh," ungkap Tembul di hadapan majelis hakim. Ancaman inilah yang membuatnya merasa terpaksa untuk menjual ganja milik Edi. Namun, sebelum transaksi haram itu berhasil dilakukan, Tembul ditangkap bersama empat terdakwa lainnya, yaitu Somar, Suroso, Hariyanto, dan Veri.
Pengakuan Tembul mengenai ancaman yang diterimanya di dalam penjara terungkap saat jaksa penuntut umum menanyakan apakah ancaman tersebut masih berlanjut selama ia ditahan. Tembul tidak menjelaskan secara rinci bentuk ancaman yang diterimanya, dan ketika ditanya lebih lanjut, ia hanya menundukkan kepala.
"Masih (diancam)," jawab Tembul dengan suara pelan sambil menundukkan kepala, seolah menggambarkan ketakutan yang mendalam.
Sementara itu, Kepala Lapas Kelas IIB Lumajang, Mahendra Sulaksana, mengaku belum mengetahui adanya ancaman yang dialami oleh salah satu warga binaannya. Ia menjelaskan bahwa prosedur pertemuan antara warga binaan dan orang luar sangat ketat. Mahendra juga menambahkan bahwa jika seorang warga binaan merasa takut untuk menemui tamu, pihak lapas berhak untuk menolak kunjungan tersebut.
"Kalau warga binaan merasa takut untuk menemui tamu, kami berhak menolak," kata Mahendra melalui sambungan telepon.
Meski demikian, Mahendra menegaskan bahwa pihaknya akan segera melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait pengakuan Tembul. Penyelidikan ini bertujuan untuk memastikan keamanan dan kenyamanan seluruh warga binaan di Lapas Kelas IIB Lumajang. Pihak lapas akan menggali informasi lebih dalam, termasuk kemungkinan ancaman yang disampaikan tidak langsung kepada Tembul, melainkan melalui keluarga atau warga binaan lainnya.
"Kami akan panggil yang bersangkutan untuk kita tanyai. Mungkin saja ancamannya tidak langsung kepada yang bersangkutan, bisa melalui keluarga atau pesan ancaman disampaikan melalui warga binaan lain. Kami akan dalami terlebih dahulu," pungkas Mahendra.