TNI AD Perketat Prosedur Pemusnahan Amunisi Pasca-Ledakan Garut: Libatkan Lebih Banyak Satuan Ahli dan Optimalkan Teknologi

Pasca insiden ledakan tragis di Garut yang menelan korban jiwa, TNI Angkatan Darat (AD) mengambil langkah tegas untuk memperketat prosedur pemusnahan amunisi dan bahan peledak kedaluwarsa. Evaluasi menyeluruh dilakukan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa, dengan fokus utama pada peningkatan keterlibatan satuan-satuan ahli dan pemanfaatan teknologi modern.

Brigadir Jenderal TNI Wahyu Yudhayana, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad), menyatakan bahwa ke depan, proses pemusnahan akan melibatkan lebih banyak unsur internal TNI AD yang memiliki kompetensi khusus. Satuan-satuan seperti Polisi Militer (PM), Zeni (peralatan dan konstruksi), Perbekalan Angkutan (Bekang), Kesehatan (Kes), dan Kewilayahan (Koter) akan dilibatkan secara aktif dalam setiap tahapan. Hal ini bertujuan untuk memastikan keamanan dan kelancaran proses pemusnahan, serta meminimalisir risiko yang mungkin timbul.

Keterangan Kadispenad ini disampaikan setelah mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI bersama Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan lainnya.

Tim investigasi internal TNI AD telah mengidentifikasi dua poin krusial dalam evaluasi pasca-ledakan. Pertama, penyebab ledakan diduga kuat berasal dari penanganan detonator afkir yang kondisinya tidak stabil. Detonator yang telah melewati masa pakai memiliki potensi ketidakstabilan konstruksi, sehingga memerlukan penanganan ekstra hati-hati oleh tenaga profesional. Kedua, evaluasi menyoroti keterlibatan masyarakat sipil dalam proses pemusnahan, yang seharusnya hanya ditangani oleh personel terlatih dan berpengalaman.

Semula, peran masyarakat sipil terbatas pada tugas-tugas administratif seperti penyiapan logistik dan penggalian lubang. Namun, dalam pelaksanaannya, keterlibatan mereka meluas hingga ke pemindahan material berbahaya ke lokasi pemusnahan. Hal ini dianggap sebagai pelanggaran prosedur standar dan menjadi pelajaran berharga bagi TNI AD.

Kadispenad menegaskan bahwa ke depan, TNI AD tidak akan lagi melibatkan masyarakat sipil dalam proses pemusnahan amunisi dan bahan peledak, termasuk untuk tugas-tugas administratif dan penyiapan logistik. Seluruh proses akan ditangani sepenuhnya oleh satuan-satuan internal TNI AD yang kompeten.

Selain peningkatan keterlibatan satuan ahli, TNI AD juga akan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi modern dalam proses pemusnahan. Penggunaan alat berat seperti mini backhoe dan robot penjinak bom akan ditingkatkan untuk mengurangi ketergantungan pada personel dan meminimalisir risiko yang mungkin timbul. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan keamanan proses pemusnahan secara signifikan.

TNI AD menyampaikan rasa prihatin yang mendalam atas insiden ledakan di Garut dan berkomitmen untuk mencegah terulangnya kejadian serupa. Apresiasi disampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan masukan, dukungan, dan rekomendasi dalam proses evaluasi.

Insiden ledakan di Garut pada 12 Mei lalu menewaskan 13 orang, terdiri dari empat prajurit TNI dan sembilan warga sipil. Peristiwa ini menjadi momentum bagi TNI AD untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan memperketat prosedur pemusnahan amunisi dan bahan peledak demi keselamatan masyarakat dan personel.