Nasionalisasi Industri Strategis: Pelajaran dari Akuisisi US Steel untuk Indonesia
Rencana akuisisi perusahaan baja raksasa Amerika Serikat, US Steel, oleh Nippon Steel asal Jepang telah memicu perdebatan sengit tentang pentingnya intervensi pemerintah dalam melindungi industri strategis. Reaksi keras dari tokoh politik AS seperti Presiden Joe Biden dan Donald Trump, yang melihat industri baja domestik sebagai bagian dari keamanan nasional, menyoroti bahwa logika pasar tidak selalu menjadi satu-satunya pertimbangan dalam sektor-sektor vital.
Kasus US Steel menjadi studi kasus menarik bagi Indonesia, terutama dalam konteks upaya mencapai industrialisasi pada tahun 2045. Widodo Setiadharmaji, seorang pengamat sektor baja dan pertambangan, menekankan perlunya kehati-hatian dalam membuka akses kepemilikan asing, khususnya di sektor-sektor yang memiliki dampak strategis terhadap kemandirian industri nasional. Saat ini, Indonesia belum memiliki mekanisme serupa dengan Committee on Foreign Investment in the United States (CFIUS) yang secara khusus menilai aspek keamanan nasional dari investasi asing.
Perlunya Pengawasan Investasi Strategis
Widodo menggarisbawahi pentingnya memperkuat peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Krakatau Steel sebagai jangkar kepemilikan nasional di sektor baja. Ia mencontohkan penolakan akuisisi Krakatau Steel oleh Mittal Steel pada awal 2000-an sebagai keputusan strategis untuk memastikan negara tetap memiliki kendali atas industri vital. Namun, agar BUMN dapat menjalankan peran strategis ini secara efektif, pemerintah perlu menempatkan mereka sebagai pelaksana kebijakan industrialisasi, bukan sekadar pencetak laba jangka pendek.
Widodo mengusulkan pengembangan mekanisme pengawasan investasi asing yang tidak hanya mempertimbangkan aspek kuantitatif, tetapi juga aspek strategis seperti intelijen, geopolitik, teknologi, dan lingkungan. Mekanisme ini, yang dapat dirancang sesuai dengan kebutuhan nasional dengan koordinasi lintas kementerian, akan membantu Indonesia dalam menyeimbangkan antara keterbukaan investasi dan perlindungan kepentingan nasional.
Negara Sebagai Pengendali, Bukan Sekadar Regulator
Kasus US Steel menunjukkan bahwa liberalisasi ekonomi memiliki batasnya. Ketika kepemilikan industri berdampak pada pertahanan, rantai pasok, atau kemandirian nasional, negara tidak hanya boleh tetapi wajib hadir sebagai pengendali. Bagi Indonesia, hal ini berarti menempatkan kendali nasional sebagai prioritas dalam sektor-sektor yang memiliki dampak sistemik. Negara harus menjadi panglima, bukan sekadar regulator, dalam menjaga kepentingan strategis nasional.