Studi SETARA Institute: Daftar Kota dengan Upaya Toleransi Terendah di Indonesia Tahun 2024
SETARA Institute baru-baru ini merilis hasil studi Indeks Kota Toleran (IKT) tahun 2024, yang menyoroti sejumlah kota di Indonesia dengan skor terendah dalam upaya memajukan toleransi. Studi ini tidak serta merta menunjukkan tingginya tingkat intoleransi di kota-kota tersebut, melainkan lebih mengindikasikan kurangnya fokus dan inovasi dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan harmonis. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan.
Berikut adalah daftar 10 kota dengan skor IKT terendah di tahun 2024, yang menunjukkan perlunya peningkatan dalam upaya mempromosikan toleransi:
- Parepare, Sulawesi Selatan (Skor: 3,945)
- Cilegon, Banten (Skor: 3,994)
- Lhokseumawe, Aceh (Skor: 4,140)
- Banda Aceh, Aceh (Skor: 4,202)
- Pekanbaru, Riau (Skor: 4,320)
- Bandar Lampung, Lampung (Skor: 4,357)
- Makassar, Sulawesi Selatan (Skor: 4,363)
- Ternate, Maluku Utara (Skor: 4,370)
- Sabang, Aceh (Skor: 4,377)
- Pagar Alam, Sumatera Selatan (Skor: 4,381)
Menurut Halili Hasan, banyak dari kota-kota ini menunjukkan stagnasi dalam upaya meningkatkan toleransi dari tahun ke tahun. Meskipun tidak ditemukan kebijakan yang secara eksplisit diskriminatif atau kejadian intoleransi yang signifikan, ekosistem toleransi yang kuat belum terbentuk. Hal ini tercermin dalam kurangnya visi yang jelas terkait toleransi dalam perencanaan pembangunan, minimnya kebijakan yang secara aktif mempromosikan toleransi, dan kinerja pemerintah daerah yang belum menunjukkan komitmen yang kuat terhadap inklusivitas.
Stagnasi ini disebabkan oleh kurangnya inovasi dalam kebijakan dan program yang bertujuan untuk memajukan toleransi. Kota-kota seperti Cilegon, Banda Aceh, Pekanbaru, dan Lhokseumawe dinilai belum menunjukkan terobosan signifikan dalam menciptakan lingkungan yang lebih toleran. Walaupun telah ada upaya komunikasi dan dialog antaragama dan etnis, efektivitasnya terhambat oleh kebijakan pemerintah kota yang belum sepenuhnya mendukung inklusivitas. Penilaian IKT 2024 didasarkan pada delapan indikator utama, yaitu:
- Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
- Kebijakan pemerintah kota
- Peristiwa intoleransi
- Dinamika masyarakat sipil
- Pernyataan publik pemerintah kota
- Tindakan nyata pemerintah kota
- Heterogenitas agama
- Inklusi sosial keagamaan
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari berbagai sumber, termasuk dokumen resmi pemerintah, data Badan Pusat Statistik (BPS), data Komnas Perempuan, data SETARA Institute, dan referensi media. Selain itu, kuesioner self-assessment juga disebarkan kepada pemerintah kota untuk mendapatkan informasi yang lebih komprehensif. Studi ini melibatkan 94 dari 98 kota di seluruh Indonesia, dengan pengecualian empat kota administrasi di DKI Jakarta yang dinilai secara kolektif sebagai satu entitas.