Pengadilan Menilai Jajaran Direksi PT Antam Periode 2010-2021 Turut Bertanggung Jawab dalam Kasus Korupsi Emas
Majelis hakim dalam persidangan kasus korupsi pengelolaan komoditas emas di PT Antam menyatakan bahwa tanggung jawab pidana tidak hanya berada di pundak enam mantan pejabat perusahaan tersebut. Hakim secara tegas menyebutkan bahwa direksi PT Antam yang menjabat selama periode 2010 hingga 2021 juga memiliki andil dalam terjadinya tindak pidana korupsi ini.
Pernyataan ini terungkap dalam pertimbangan majelis hakim saat membacakan vonis terhadap enam mantan pejabat PT Antam yang menjadi terdakwa dalam kasus tersebut. Sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada hari Selasa, 27 Mei 2025, menjadi saksi atas penegasan hakim mengenai tanggung jawab yang lebih luas dalam kasus ini.
"Majelis hakim berpendapat bahwa pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana korupsi ini tidak hanya menjadi beban para terdakwa selaku pimpinan UB PPLM, tetapi juga merupakan tanggung jawab pidana direksi PT Antam, khususnya yang menjabat sejak tahun 2010 sampai 2021," ujar hakim dalam persidangan.
Hakim mengacu pada ketentuan Pasal 97 ayat 1 juncto Pasal 92 ayat 1 yang menyatakan bahwa direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan demi kepentingan perusahaan, sesuai dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pandangan hakim, kegiatan pencucian dan peleburan emas yang dilakukan oleh para terdakwa diketahui dan disadari oleh jajaran direksi PT Antam.
"Pelaksanaan kegiatan jasa lebur cap dan jasa pemurnian emas yang dilakukan oleh UB PPLM PT Antam, yang telah berlangsung selama lebih dari 11 tahun, diketahui dan disadari oleh direksi PT Antam tidak sesuai dengan bidang usaha berdasarkan maksud dan tujuan sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar PT Antam," tegas hakim.
Lebih lanjut, hakim menyoroti bahwa direksi PT Antam tidak melakukan kajian mendalam terhadap kegiatan jasa yang telah berjalan tersebut. Selain itu, direksi juga dinilai gagal melindungi hak eksklusif PT Antam sebagai pemegang merek logam mulia (LM).
"Tidak pernah ada upaya dari direksi yang bertanggung jawab dalam pengurusan PT Antam untuk melakukan kajian dari aspek finansial, aspek manajemen, maupun aspek legal atas kegiatan jasa yang telah berjalan tersebut. Termasuk tidak adanya upaya direksi untuk melindungi hak eksklusif PT Antam sebagai pemegang merek LM," imbuh hakim.
Hakim juga menyoroti lamanya kegiatan pencucian dan peleburan emas ini berlangsung, yaitu sekitar 11 tahun. Menurut hakim, laporan keuangan tahunan perusahaan seharusnya menjadi bukti yang cukup kuat bahwa kegiatan tersebut diketahui oleh direksi PT Antam.
"Kegiatan jasa lebur cap dan jasa pemurnian yang telah berlangsung lebih kurang 11 tahun dan kegiatan tersebut tertuang dalam RKAP PT Antam, laporan keuangan setiap tahun telah cukup memberikan bukti bahwa direksi PT Antam mengetahui atas kegiatan jasa lebur cap dan kegiatan jasa pemurnian oleh UBPPLM PT Antam," jelas hakim.
"Atas dasar tersebut, direksi PT Antam dapat dimintai pertanggungjawaban selain pertanggungjawaban kepada para terdakwa," tegasnya.
Selain itu, hakim juga menyoroti peran General Manager UB PPLM PT Antam, Tri Hartono, yang juga dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya dalam kasus ini. Hakim menilai Tri Hartono turut serta bersama para terdakwa pelanggan pencucian dan peleburan emas yang merugikan negara.
"Menimbang bahwa berdasarkan uraian pertimbangan di atas periode tanggal 1 Maret 2013 sampai 14 Mei 2013, Tri Hartono selaku General Manajer UB PPLM PT Antam secara turut serta dan bersama-sama atau bekerja sama dengan para pelanggan telah pula terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan secara melawan hukum memperkaya orang lain dan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara in casu PT Antam sejumlah Rp 281.813.929.640," ungkap hakim.
Sebagai informasi, enam mantan pejabat Antam yang terlibat dalam kasus ini berasal dari Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM). Mereka adalah Tutik Kustiningsih (VP UBPP LM Antam tahun 2008-2011), Herman (VP UBPP LM Antam tahun 2011-2013), Dody Martimbang (Senior Executive VP UBPP LM Antam tahun 2013-2017), Abdul Hadi Aviciena (GM UBPP LM Antam tahun 2017-2019), Muhammad Abi Anwar (GM UBPP LM Antam tahun 2019-2020), dan Iwan Dahlan (GM UBPP LM Antam tahun 2021-2022).
Mereka telah divonis hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 4 bulan kurungan. Hakim menyatakan para terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.