Idul Adha 2025 Ditetapkan 6 Juni: Ketinggian Hilal Lampaui Kriteria MABIMS Meski Saksi Tunggal
Keputusan mengenai Hari Raya Idul Adha tahun 2025 telah diumumkan secara resmi. Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menyatakan bahwa Idul Adha akan jatuh pada tanggal 6 Juni 2025. Pengumuman ini disampaikan setelah melalui proses sidang isbat yang mempertimbangkan berbagai aspek astronomi dan hukum Islam.
Penetapan ini menarik perhatian karena adanya laporan kesaksian tunggal terkait terlihatnya hilal, atau bulan sabit muda, yang menjadi penanda awal bulan Zulhijah. Meskipun hanya satu orang yang memberikan kesaksian, Menteri Agama menekankan bahwa kesaksian tersebut valid dan dapat dipertanggungjawabkan karena memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). MABIMS merupakan acuan penting dalam penentuan awal bulan Hijriyah di kawasan Asia Tenggara.
"Meskipun hanya ada satu saksi, dan itu pun di saat-saat terakhir, kami ingin memberikan keyakinan kepada seluruh masyarakat bahwa ada beberapa faktor yang menguatkan validitas kesaksian tersebut," ujar Menteri Agama dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Selasa (27/5/2025).
Menteri Agama menjelaskan bahwa salah satu pertimbangan utama adalah terjadinya ijtimak, atau konjungsi bulan baru, yang telah terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, ketinggian hilal juga telah melampaui standar minimum yang ditetapkan oleh MABIMS. Standar MABIMS mensyaratkan ketinggian hilal minimal 3 derajat.
"Ketinggian hilal sudah melewati standar MABIMS, yang mana MABIMS ini adalah forum menteri-menteri agama se-Asia Tenggara. Ketetapan MABIMS itu adalah 3 derajat," jelas Menteri Agama.
Lebih lanjut, Menteri Agama menambahkan bahwa sudut elongasi juga telah memenuhi standar MABIMS. Standar elongasi MABIMS adalah 6 derajat, sementara di Aceh, sudut elongasi tercatat sebesar 7 derajat, 6 menit, dan 27 detik. Data ini semakin memperkuat keyakinan akan terlihatnya hilal.
Penentuan Idul Adha juga didasarkan pada fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Fatwa ini memberikan landasan hukum yang kuat bagi Kementerian Agama dalam menetapkan awal bulan Zulhijah dan Hari Raya Idul Adha. Kombinasi antara data astronomi yang akurat, standar MABIMS, kesaksian tunggal yang terverifikasi, dan fatwa MUI menjadi dasar yang kokoh bagi penetapan ini.
Menteri Agama menyadari bahwa kesaksian tunggal ini mungkin menimbulkan pertanyaan di sebagian masyarakat. Namun, beliau menegaskan bahwa seluruh proses penetapan telah dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan mempertimbangkan semua aspek yang relevan. Beliau berharap bahwa penetapan ini dapat diterima oleh seluruh umat Muslim di Indonesia dan dapat menjadi momentum untuk mempererat persatuan dan kesatuan.
Dalam seminar yang diadakan sebelum sidang isbat, beberapa faktor yang dapat menghalangi pengamatan hilal juga dibahas. Salah satu faktor utama adalah kondisi cuaca yang tidak mendukung. Awan tebal atau polusi udara dapat menghalangi pandangan mata, sehingga hilal tidak dapat terlihat dengan jelas.
Selain faktor cuaca, hilal juga dapat tertutup oleh objek lain di langit, seperti gunung atau bangunan tinggi. Kondisi ini dapat mempersulit pengamatan hilal, terutama bagi mereka yang tidak memiliki peralatan astronomi yang canggih.
"Dengan demikian, hal ini menambah keyakinan kita bahwa di saat-saat terakhir ada yang menyaksikan bulan, dan langsung dijumlahkan. Jadi, jangan lagi ada perbedaan pendapat karena hanya ada satu orang saksi yang memberikan kesaksian di menit-menit terakhir. Inilah dasar-dasar penetapan yang telah kami lakukan," pungkas Menteri Agama.