Kejaksaan Agung Pertimbangkan Pemeriksaan Mantan Menteri Pendidikan dalam Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Laptop
Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka kemungkinan untuk memeriksa mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) terkait dengan kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan laptop untuk program digitalisasi pendidikan yang berlangsung dari tahun 2019 hingga 2022. Keputusan untuk memanggil dan memeriksa mantan pejabat tinggi tersebut akan didasarkan pada kebutuhan penyidikan untuk mengungkap secara menyeluruh dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi.
"Mengenai pihak-pihak yang akan diperiksa dalam kasus ini, hal tersebut sangat bergantung pada kebutuhan penyidik untuk membuat terang perkara ini," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, kepada awak media di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Selasa (27/5/2025).
Harli belum memberikan informasi detail mengenai identitas individu yang telah atau akan diperiksa dalam kaitannya dengan kasus ini. Namun, ia menegaskan bahwa penyidik akan memanggil dan memeriksa siapapun yang dianggap memiliki informasi relevan untuk mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya.
"Semua pihak, tanpa terkecuali, yang dapat memberikan keterangan yang dapat memperjelas tindak pidana ini, berpotensi untuk dipanggil dan diperiksa," tegas Harli.
Saat ini, rangkaian penyidikan masih terus berjalan. Harli meyakinkan publik bahwa tim penyidik akan bekerja secara komprehensif untuk mengungkap seluruh aspek terkait kasus ini.
"Terkait tugas-tugas yang bersangkutan, apa yang dilakukan, apakah tugas-tugas itu dilakukan sendiri atau atas perintah, baik perintah jabatan atau orang misalnya. Semua ini akan diungkap secara detail dalam proses penyidikan," jelas Harli.
Kasus Korupsi Pengadaan Laptop yang Menjerat Kemendikbudristek
Sebelumnya, Kejagung telah memulai penyelidikan atas dugaan korupsi dalam proyek pengadaan laptop untuk mendukung program digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tahun 2019-2022. Proyek ini melibatkan alokasi dana negara yang signifikan, mencapai angka Rp 9,9 triliun.
Menurut Harli, pada tahun 2020, Kemendikbudristek menyusun rencana pengadaan bantuan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk berbagai satuan pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga menengah atas. Namun, rencana ini dinilai tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan riil siswa pada saat itu. Pasalnya, program serupa pernah diimplementasikan pada tahun 2018-2019, tetapi hasilnya dinilai kurang efektif.
"Pada tahun 2019, telah dilakukan uji coba terhadap penerapan Chromebook sebanyak 1.000 unit, dan hasilnya menunjukkan bahwa Chromebook kurang efektif," ungkap Harli kepada wartawan di Kejagung pada Senin (26/5).
Diduga terjadi persekongkolan atau pemufakatan jahat dari berbagai pihak terkait. Penggantian spesifikasi teknis perangkat yang diadakan diduga tidak didasarkan pada kebutuhan yang sebenarnya.
"Sehingga diduga bahwa ada persekongkolan di situ. Karena di tahun-tahun sebelumnya sudah dilakukan uji coba karena sesungguhnya penggunaan Chromebook itu kurang tepat," jelas Harli.
Kemendikbudristek membentuk tim teknis baru yang bertugas melakukan kajian teknis terkait penggunaan laptop dengan sistem operasi Chromebook dalam proses pengadaan barang/jasa. Arahannya adalah penggunaan laptop yang berbasis pada sistem operasi Chromebook dan bukan atas dasar kebutuhan ketersediaan peralatan TIK yang akan digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.
"Supaya apa? Supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system Chromebook," terangnya.