Banjir Kiriman Malaysia Resahkan Warga Perbatasan Nunukan: Luapan Air Terjadi Saat Warga Terlelap

Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, kembali menghadapi permasalahan klasik berupa banjir tahunan yang diduga kuat berasal dari wilayah Malaysia. Kondisi ini semakin memprihatinkan warga yang tinggal di kawasan perbatasan, khususnya di Kecamatan Sembakung dan Tulin Onsoi, yang menjadi wilayah terdampak paling parah dengan waktu surut yang relatif lama.

Wakil Kepala Adat Besar Tulin Onsoi, Sibrianus Sati, mengungkapkan keresahan mendalam atas kejadian banjir yang seolah menjadi agenda tahunan ini. Menurutnya, banjir kiriman tersebut seringkali datang tanpa peringatan, terutama pada malam hari ketika masyarakat sedang beristirahat.

"Kami terpaksa harus mengungsi di tengah malam. Warga, terutama di Desa Kalunsayan, Tulin Onsoi, terpaksa mencari perlindungan di desa tetangga seperti Salang atau Tembalang," ujarnya.

Kondisi geografis di mana banyak warga Tulin Onsoi masih bermukim di sepanjang bantaran sungai, yang dulunya merupakan pusat kehidupan mereka, membuat mereka sangat rentan terhadap dampak banjir. Fenomena ini memunculkan pertanyaan tentang perubahan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam di wilayah perbatasan.

Sati menceritakan perubahan signifikan yang terjadi sejak tahun 1990-an. Dahulu, saat hutan masih terjaga kelestariannya, banjir kiriman dari Malaysia hanya menyebabkan kenaikan debit air sungai. Namun, seiring dengan perubahan bentang alam dan peningkatan jumlah penduduk, dampak banjir menjadi semakin parah. Jumlah warga yang mengungsi pun meningkat secara signifikan.

"Dulu, pemukiman penduduk tidak sebanyak sekarang, dan jumlah warga yang mengungsi saat banjir juga tidak seramai saat ini. Sekarang, banjir tahunan bisa terjadi hingga empat kali dalam setahun," keluhnya. Hal ini menggambarkan betapa seriusnya masalah banjir yang dihadapi warga Nunukan.

Sati berharap pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap kondisi yang dihadapi masyarakatnya. Ia menekankan pentingnya penyediaan perahu karet sebagai sarana evakuasi bagi warga yang terlambat mengungsi, terutama untuk mencegah jatuhnya korban jiwa.

"Jadi, ketinggian banjir seakan bertambah setiap tahun. Ada yang naik sampai jendela. Karena datangnya banjir tak bisa ditebak, kami hanya minta perhatian pemerintah," tegasnya.

Banjir yang melanda pedalaman Nunukan ini disebabkan oleh luapan sungai-sungai yang berhulu di wilayah perbatasan Malaysia, seperti Sungai Talangkai (Sepulut, Sabah), Sungai Pampangon, Sungai Lagongon, dan Sungai Pagalungan. Aliran air dari sungai-sungai tersebut masuk ke wilayah Indonesia melalui Sungai Labang dan Sungai Pensiangan, sebelum akhirnya meluap ke Sungai Sembakung dan membanjiri pemukiman warga.